Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kalangan pekerja dari berbagai serikat pekerja mengungkapkan kekhawatirannya akan ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dengan adanya program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan pemerintah.
Kakhawatiran tersebut muncul bukan tanpa alasan. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), Mirah Sumirat, mencontohkan fenomena yang terjadi di industri jalan tol.
Ribuan petugas tol yang selama ini melayani transaksi tunai di gerbang tol terancam kehilangan pekerjaannya. Pasalnya, kewajiban pembayaran non tunai di gerbang tol akan banyak memangkas kebutuhan tenaga manusia di gardu tol, karena pembayaran sudah dilayani Gerbang Tol Otomatis (GTO).
Meskipun PT Jasa Marga Tbk sebagai salah satu pengelola jalan tol sudah mengumumkan adanya program alih profesi bagi pekerja yang semula bertugas menjaga pintu tol, namun dia bilang ketersediaan posisi yang ditawarkan jauh dari jumlah karyawan yang berpotensi terkena imbas dampak kebijakan non tunai tadi.
"Jasa Marga sudah sosialisasi melalui manajemennya, melalui program alih profesi. Di situ diberitahu, 291 orang karyawan itu dipindahkan ke unit-unit lain. Pokoknya masih di internal Jasa Marga Sisanya di-PHK dulu, baru dibantu untuk berwirausaha di rest area. Jadi PHK enggak ada itu tidak benar," katanya saat ditemui di Gedung Wisma Antara, Jakarta, Senin (23/10/2017).
Padahal, Jasa Marga memiliki sekitar sekitar 4.200 orang karyawan, di mana 1.300-nya adalah penjaga gerbang tol di seluruh jaringan jalan tol yang dimiliki BUMN tersebut dan anak usahanya.
Artinya, ada selisih yang sangat besar, antara program alih profesi yang disediakan dengan jumlah tenaga kerja yang terimbas dengan adanya transaksi non tunai tersebut.
Jumlah potensi PHK pun semakin besar mengingat kebijakan transaksi non tunai tak hanya ada di tol milik Jasa Marga, tapi juga operator lainnya.
Setidaknya ada 11 operator tol lainnya, dan lebih buruknya lagi masih ada ribuan orang lainnya yang tak jelas nasibnya setelah kewajiban non tunai pada 31 Oktober 2017 nanti.
Lebih parahnya, operator-operator tersebut diketahui tak menyediakan program alih profesi seperti yang dilakukan Jasa Marga.
"Jadi di Jasa Marga sendiri ada kurang lebih 4 ribuan yang akan di-PHK, lalu di luar Jasa Marga, ini juga berjumlah ribuan orang, kurang lebih 5000-an orang. Tapi enggak pernah terekspos. Tapi memang kebanyakan mereka itu outsourcing, jadi tidak terlalu lah. Karena mereka kapanpun bisa di-PHK sebenarnya," ungkap Mirah.
Gambaran di industri jalan tol tersebut juga menghantui berbagai industri lain yang saat ini banyak melibatkan petugas manusia dalam melayani transaksi pembayaran. Sehingga pemerintah diharapkan bisa cepat merespons kondisi yang ada sebelum apa yang dikhawatirkan kalangan pekerja benar-benar terjadi. (dtc)