Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Di tengah pertumbuhan yang melambat pada tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2017 yang sebesar 4,93%. Impor barang konsumsi pada Oktober tahun ini justru meningkat 11,68% dibandingkan bulan sebelumnya atau menjadi US$ 1,25 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) mengaku, peningkatan impor konsumsi ini terjadi pada beberapa produk, antara lain adalah creamy butter (mentega), dan juga jeruk mandarin.
"Impor konsumsi tumbuh, terutama pada creamy butter dan fress mandarin jenis jeruk," kata Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (15/11).
Kenaikan impor konsumsi juga, kata Suhariyanto biasanya dipenuhi sebagai antisipasi liburan akhir tahun, mulai dari natal sampai tahun baru.
"Kemarin konsumsi rumah tangga melambat bukan turun ya. Itu melambat sedikit karena makanan dan minuman, dan menurut saya itu sesuatu yang normal. Karena kita habis membicarakan lebaran," tambah dia.
"Kita tentu berharap konsumsi rumah tangga di triwulan IV itu bisa naik. Karena kembali ada Desember. Biasanya kalau ada liburan panjang itu konsumsi makanan dan minuman akan meningkat, transportasi meningkat, liburan meningkat. Ini masalah waktu saja," timpal dia.
Meski demikian, Suhariyanto mengaku tidak suka dengan adanya peningkatan impor konsumsi. Sebab, hal itu menandakan bahwa Indonesia akan mengkonsumsi produk atau barang dari negara lain, yang kemungkinan bisa diproduksi atau dipenuhi oleh dalam negeri.
"Kalau saya konsumsi impor meningkat agak enggak begitu happy ya. Kalau saya lebih senang impor meningkat itu barang modal barang baku. Kalau konsumsi meningkat berarti kan kita mengkonsumsi barang dari luar, tapi sebetulnya kalau dilihat dari share-nya saya belum terlalu khawatir. Kan masih 8,82%," ungkap dia.
Jika dilihat sampai akhir tahun, pria yang akrab disapa Kecuk ini memastikan akan terus adanya peningkatan impor konsumsi untuk sektor makanan dan minuman. Namun, biasanya hal tersebut telah diantisipasi oleh pengusaha dengan melakukan impor bahan baku/penolong.
"Kalau barang konsumsi biasanya pengusaha sudah antisipasi akan ada peningkatan bahan makanan atau apapun di dalam negeri, otomatis ketika bahan bakunya dari luar negeri maka yang naik adalah impor bahan bakunya untuk memproduksi yang dibutuhkan konsumer oleh," jelas dia.
Impor Migas
Selain itu, Suhariyanto mengatakan, impor pada Oktober yang mencapai US$ 14,19 miliar dipicu oleh meningkatnya impor migas yang nilainya US$ 2,2 miliar atau tumbuh 42,67% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Sedangkan dibandingkan bulan sebelumnya tetap tumbuh 13,96%.
Peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor minyak mentah dan hasil minyak masing-masing US$ 235,0 juta atau 43,44%, dan US$ 67,3 juta atau 6% sedangkan impor gas menjadi US$ 32,3 juta atau 11,88%.
"Itu yang bikin naik hampir di semuanya. Minyak mentah naik 51,98%. Volumenya juga naik lumayan tinggi 35%. Hasil minyaknya juga naiknya 32%. Volumenya juga naik. Gasnya juga naik. Hampir semuanya naik minyak mentah hasil minyak maupun gas naik," kata Suhariyanto.
Dia menyebutkan, kenaikan impor migas terjadi baik karena faktor harga maupun volumenya.
"Dua-duanya. Jadi volumenya naik. Juga ada kenaikan harga secara agregat sehingga totalnya naik semua. Sehingga naik 42,67% yoy," tambah dia.
Sedangkan untuk impor non migas, kata pria yang akrab disapa Kecuk ini menyebutkan, tumbuh sebesar 10,52% menjadi US$ 1,141 miliar. Meski impor migas tumbuh signifikan, namun kontribusi total impor di Oktober masih berasal dari non migas. (dtf)