Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Peer to peer lending atau layanan yang memberikan fasilitas kredit online dari perusahaan financial technology (fintech) dinilai bisa menjadi salah satu alternatif pembiayaan untuk masyarakat.
Kredit online dinilai lebih mudah dan lebih praktis untuk masyarakat yang tidak bisa menembus akses kredit di perbankan nasional. Tapi berapa sebenarnya bunga kredit menggunakan teknologi tersebut?
Mengutip laman resmi koinworks.com tingkat bunga pinjaman yang diberikan tergantung dengan risiko peminjamnya. Dari tabel yang terpampang di website ada lima grade yang ditetapkan untuk peminjam.
Mulai dari A1 hingga E5 dari yang tertinggi sampai yang terendah. Skor tersebut akan diberikan sesuai dengan analisis dan penilaian yang dilakukan atas profil yang masuk ke KoinWorks.
Bunga diberlakukan mulai dari 0,75% hingga 1,67% per bulan, ini tergantung grade. Sedangkan per tahun bunga dipatok 9-20%.
Kemudian koinworks juga memberlakukan biaya persetujuan kredit sebesar 2-4%. Biaya asuransi jiwa 0,24% dan biaya administrasi Rp 100.000.
Biaya Administrasi terdiri dari dua komponen, yakni Premi Asuransi Jiwa dan Biaya Pelayanan Kredit. Semua peminjam akan diproteksi dengan Asuransi Jiwa, sehingga sisa utang pinjaman tidak akan dibebankan ke ahli waris peminjam.
"Kami bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pelayanan pinjaman kami seperti bank untuk memproses dana, atau rekanan untuk memverifikasi kebenaran data dan lain-lain. Kami membebankan biaya ini setelah pinjaman disetujui dan dicairkan," tulis keterangan tersebut, Selasa (21/11).
CEO KoinWorks Benedicto Haryono menjelaskan KoinWorks menggunakan sistem penilaian kelayakan kredit dengan menggunakan standar perbankan sehingga dapat memberikan penilaian pinjaman yang lebih berkualitas.
Peminjam yang lulus dan sudah disetujui akan diberikan penilaian untuk penentuan bunga. "Peminjam akan diberikan skor kredit," ujarnya.
Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan peer to peer lending tentu potensi resiko kredit macetnya cukup besar. Tapi perusahaan FinTech sebenarnya sudah punya model Physchometrics untuk menganalisis kemampuan bayar calon debitur sampai cek ke media sosial.
Di sisi yang lain karena risiko memang besar banyak perusahaan Fintech yang melakukan praktik penghindaran risiko. Debitur P2P dengan resiko kredit macet biasanya diserahkan ke masyarakat untuk diberi kredit.
Tapi di sisi yang lain kalau kreditnya rendah resiko akan dibiayai sendiri oleh si Fintech. Ini jadi masalah karena masyarakat yang jadi kreditur menanggung risiko lebih besar dari perusahaan fintech.
"Praktik normal P2P berikutnya adalah bunganya jadi sangat tinggi bahkan di atas 17-25%. Ini sama saja rentenir berkedok perusahaan keuangan digital," ujar Bhima.
Menurut dia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu turun tangan untuk mengatur fintech model seperti itu. (dtf)