Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Perusahaan manajemen investasi raksasa dunia, Schroders melakukan penelitian terhadap perilaku investor. Hasilnya investor indonesia ternyata memiliki harapan atau khayalan terlalu besar terhadap hasil investasinya.
Hasil penelitian yang bertajuk Schroders Global Investor Study 2017 menunjukkan, bahwa orang Indonesia menggunakan pendapatannya (setelah membayar seluruh kewajiban dan tagihan bulanan) lebih banyak untuk investasi pada jenis investasi lain seperti saham, obligasi dan komoditas. Bobotnya mencapai 21%.
Lalu 21% juga memilih untuk berinvestasi pada properti. Sebanyak 19% memilih investasi pada bisnis sendiri, 14% investasi untuk pensiun, 12% simpan di tabungan, 4% berbelanja demi kemewahan, 4% untuk beramal, 3% untuk melunasi utang dan 2% simpan di rumah dalam bentuk tunai.
Menariknya, mereka yang mengedepankan investasi ternyata menaruh harapan yang terlalu tinggi. Schroders mencatat investor Indonesua berharap rata-rata imbal hasil dari investasinya mencapai 17,1% per tahun.
"Ini harapan Indonesia paling tinggi di seluruh dunia. Data secara global harapannya 10,2%, di Asia 11,7%," kata Presiden Direktur Schroders Investment Management Indonesia, Michael T. Tjoajadi di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (23/11).
Michael memandang harapan tersebut sangat tidak realistis. Sebab jika mengacu pada indeks MSCI saja memberi imbal hasil 7,2% per tahun selama 30 tahun terakhir.
"Kita melihat ekspektasinya terlalu tinggi, jadi enggak masuk akal," tuturnya.
Meski begitu, dirinya memandang keinginan investor Indonesia itu masuk akal. Mereka berharap investasinya untuk kehidupan di masa tua, kebanyakan dari mereka khawatir kehidupan mereka tidak terjamin.
"Itulah mengapa investasi orang Indonesia cukup besar untuk pensiun yakni 14%. Kalau global hanya 10%. Karena kita tidak ada mandatory by law untuk pensiun. Kalau di global bisa dipotong 30% dari penghasilan untuk pensiun. Kalau BPJS Ketenagakerjaan cuma berapa persen. Di luar negeri lebih terprotek," tuturnya. (dtf)