Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Simalungun. Seperti telah mengenal betul suara yang keluar dari tanduk kerbau yang ditiup lantang Abdurahman Manik (25), hewan primata jenis kera itu pun satu-satu bermunculan. Ada yang datang dari pepohonan, dan ada juga yang lewat jalanan semen yang kondisinya mulai terselimuti lumut.
Diantara mereka tanpak seekor yang bertubuh besar dan bertaring tajam. Bawaannya tenang dan mata tajam lebar, memandang daerah sekitarnya. Sedangkan kawanan lainya tanpak lebih agresif mendekati para pengunjung yang memegang bungkusan kacang tanah.
"Itu bosnya, namanya Sadam Husen. Dia memang agak galak dan kurang bersahabat seperti lainnya," ujar Umar yang mulai 2013 lalu menggantikan peran Ayahnya sebagai pemandu di taman wisata kera Kecamatan Girsang Simpangan Bolon Kabupaten Simalungun kepada Medanbisnisdaily.com, Rabu (29/11/2017).
Seiring dengan berdatangannya Beruk atau yang dalam bahasa lokal disebut Bodat, tanpak seekor primata berbulu hitam bergelantungan turun kearah pengunjung dari atas pohon.
"Itu Siamang, namanya Neli. Kalau yang tidak mau turun itu jantannya. Dia tidak akan turun karena menjaga anaknya si Neli. Itu kebiasaan mereka yang jantan menjaga anaknya," tambah Umar yang mengaku sejumlah kera di taman tersebut khususnya yang merupakan pimpinan kawanan diberi nama.
Selain Beruk dan Siamang, lanjut Umar, di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sibaganding terdapat kera ekor panjang dan juga terdapat Kia-kia. Hanya saja untuk menemui Kia-kia pengunjung baru bisa melihatnya jika masuk lebih jauh kedalam kawasan hutan.
Dibeberkan Abdurahman dahulu ditahun 2000-an Taman Wisata kera setiap bulannya ramai dikunjungi orang. Masyarakat menjadikan Taman Wisata Kera sebagai destinasi wisata lain sebelum ke Kota Wisata Parapat. Hal inilah yang menarik perhatian Pemkab Simalungun untuk ikut serta mengelola kawasan tersebut.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, Taman Wisata Kera ini mulai terabaikan dan kurang mendapat perawatan. Salah satu penyebab karena semakin minimnya masyarakat yang berkunjung. Imbasnya, kera-kera yang selama ini dimanjakan dengan makanan yang diberikan oleh pengunjung harus kehilangan makanannya.
"Makanya kita lihat sekarang ini banyak kera-kera yang turun ke jalan-jalan mencari makanan. Bahkan ada diantara mereka yang mati tertabrak. Kita kasihan tapi juga tak bisa berbuat apa-apa karena tidak punya biaya untuk makanan mereka. Terkadang saya sama mamak harus kumpuli pisang atau roti-roti bekas dari pajak untuk kasih makan mereka,"ujar Abdurahman.
Padahal lanjut Abdurahman pasca menggantikan peran ayahnya, Umar Manik (64) yang mulai sakit-sakitan pada 2011, ia sangat berkeinginan untuk serius mengelola Taman Wisata Kera ini. Apalagi lanjut Abdurahmman Taman Wisata Kera Sibaganding masuk kedalam Geo Area Porsea Geopark Kaldera Toba.
"Saya punya keinginan melatih para kera untuk bisa atraksi untuk menghibur penonton. Karena kalau cuma datang melihat kera datang ketika dipanggil dan diberi makan tentu lama-lama orang akan bosan. Tapi memang untuk memanggil mereka, melatih mereka kita harus memikirkan makanannya. Sementara kita tidak ada kemampuan biaya," terang Abdurahman.
Mengenang masa-masa kejayaan Taman Kera Sibaganding, lanjut Abdurahman diawali saat 1984 orangtuanya Umar Manik dan Hamidah menetap dan berladang di lokasi tersebut. Bukannya mendapat hasil yang berlimpah malah mereka mengalami kegagalan panen karena di curi oleh para kera.
Hingga suatu saat, sang ayah bahkan hendak meracun kera-kera tersebut. Alih-alih bukannya merealisasikan niat untuk meracuni para kera, Umar Manik dan keluarga malah bersahabat dengan para kera dan rajin memberi makan mereka. Hingga akhirnya kemampuan Umar yang dapat memanggil para kera tersebar luas dan diketahui oleh banyak orang.
Tak pelak setiap bulannya Taman Wisata Kera banyak dikunjung wisatawan lokal maupun mancanegara. Khususnya bulan April hingga Juni akan banyak mobil-mobil Pariwisata terparkir didepan gerbang Taman Wisatawan Kera. Untuk para pengunjung hanya diwajibkan membayar makanan kera saat dipanggil berupa kacang ataupun pisang serta membayar uang kebersihan seikhlas hati.
"Katanya bapak dimimpikan oleh penunggu di sini dan mengingatkan kalau yang pendatang itu adalah kami bukan para kera. Dalam mimpinya itu bapak diajari cara bagaimana bersahabat dengan para kera termasuk memanggil mereka. Inilah sekarang yang saya warisi bisa memanggil para kera," pungkas anak ketujuh dari delapan bersaudara itu.