Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengatakan survei Wahid Foundation dan Kementerian Agama menunjukkan adanya bibit radikalisme di kalangan anak-anak muda. Karena itu, orang tua diimbau untuk menanamkan nilai toleransi ke anak.
Dalam survei itu dengan responden anak-anak rohis (rohani Islam) yang ikut Kemah Nasional Kemenag, 78 persen menyetujui ide khalifah, 33 persen menanggap jihad adalah berperang mengangkat senjata melawan orang kafir, 17 persen setuju orang murtad dibunuh, 62 persen setuju rajam setuju, dan 68 persen ingin berangkat ke Suriah atau Palestina.
"Ini potret anak-anak kita. Maaf ya agak-agak ngeri. Tapi saya rasa lebih baik kita tahu potret ini, sehingga kita kemudian bisa bersiap-siap menghadapinya," kata Yenny dalam acara Simposium Nasional "Peran Ibu untuk Perdamaian" di Hotel Shangri La, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (4/12).
Yenny mengaku 'ngeri' dengan hasil survei ini. Sebab, kalangan muda yang mendukung khilafah hingga hukuman potongan tangan sangat tinggi.
"Nah ini kan ngeri ini, bahkan setuju potongan hukum tangan tinggi sekali. Yang dukung khilafah tinggi sekali angkanya di kalangan anak-anak muda," ujarnya.
Namun demikian, Yenny mengatakan Indonesia masih memiliki harapan. Karena angka yang mendukung demokrasi dan Pancasila masih lebih tinggi.
"Tenang Bu, Indonesia punya solusinya. Ternyata Indonesia masih lebih baik dan angka tidak berbohong. Dukungan terhadap nilai demokrasi masih tinggi. Kenapa? Karena makin orang mendukung demokrasi, makin orang cenderung tidak radikal," kata Yenny.
"Begitu ini masih tinggi, kita masih punya modal besar sebagai bangsa. Kedua, dukungan terhadap Pancasila tinggi sekali. Dukungan terhadap pancasila berkolerasi negatif dengan intoleransi," imbuhnya.
Ia pun mengajak para ibu yang mengikuti simposium nasional untuk selalu menjaga anak-anaknya agar tetap dalam pengawasan. Yenny juga mengimbau agar nilai-nilai toleransi senantiasa ditanamkan.
"Jadi tugas kita ke depan adalah menanamkan nilai-nilai yang mengedepankan toleransi. Memastikan anak-anak kita selalu dekat dengan kita. Inilah tantangan baru bagi ibu-ibu yang tidak diketahui oleh orang tua," tutupnya.
Sebab, tingginya pendidikan dan penghasilan seseorang tidak menjamin dia akan terhindar dari paham radikal.
"Kita menyangka kalau anak dididik tinggi-tinggi dia nggak bakal jadi radikal, oh kalau anak kita penuhi kebutuhannya maka dia akan menjadi anak saleh dan salihah, oh kalau anak diajak ke kota, aman. Ternyata ini nggak ada hubungannya sama sekali jadi radikal atau tidak. Mau berpenghasilan tinggi, atau pendapatannya rendah, ini tidak ada hubungannya," ujar Yenny. (dtc)