Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Banyuwangi. Puluhan warga perumahan Garuda Regency, Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi, mendatangi kantor Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Banyuwangi di Jalan Brawijaya. Mereka datang mempertanyakan ketidakjelasan keberadaan sertifikat yang merupakan jaminan KPR pada BTN cabang Banyuwangi.
"Kami datang ke sini mau tanya. Kemana sertifikat kami. Seharusnya sertifikat kami ada di BTN, tapi setelah dikonfirmasi, pihak kreditur menyampaikan bahwa sertifikat kami tidak ada di sini," ujar Linda Bayu Ningrum (31), salah satu warga Garuda Regency kepada sejumlah wartawan di depan Kantor BTN Banyuwangi, Rabu (6/12/2017).
Menurut Linda, raibnya sertifikat ini terbongkar saat dirinya akan melunasi kredit perumahan di BTN. Namun sayang, pihak BTN mengatakan jika sertifikat tersebut tidak ada di BTN, melainkan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
"Langsung saya kontak ke tetangga, ternyata sama. Sertifikat sekitar puluhan rumah juga tidak ada di bank. Ada yang di bank lain, ada yang di KSP dan perseorangan. Kami sepakat minta bantuan hukum terkait masalah ini," ujarnya.
Sementara itu, penasehat hukum warga dari LKBH Untag Banyuwangi, Ance Teguh Prasetyo mengatakan, sebelumnya pihaknya melakukan pertemuan dengan pimpinan BTN, namun dari hasil pertemuan itu seolah-olah pihak kreditur tidak bertanggung jawab atas keberadaan sertifikat warga perumahan Garuda Regency.
Padahal warga sebagai nasabah atau konsumen bank diharuskan untuk tetap melunasi seluruh angsuran kredit KPR. "Pihak BTN tidak mau bertanggungjawab penuh atas persoalan hilangnya sertifikat di tangan BTN yang merupakan jaminan KPR," katanya.
Semestinya, kata Ance, pada saat melakukan permohonan kredit KPR di BTN sertifikat itu posisinya masih atas nama pengembang sampai proses realisasi hingga penandatanganan kredit yang dibarengi dengan pembuatan akta jual beli melalui notaris yang ditunjuk oleh pihak BTN.
"Semestinya pada saat proses realisasi kredit KPR pada bank yang bersangkutan ada perjanjian kontrak atau kredit," tambah Ance.
Masih kata Ance, setelah itu dilakukan penandatanganan kredit antara pihak debitur dengan kreditur disertai dengan pembuatan akta jual beli melalui notaris. Kemudian setelah melalui mekanisme realisasi, sertifikat tersebut berada dalam pengawasan pihak BTN, yang selanjutnya sertifikat tersebut menjadi agunan atau jaminan.
"Ternyata setelah 1 tahun berjalan, waktu itu tahun 2016 ada salah satu klien kami mau melakukan pelunasan kredit, nah sampai di BTN ditolak dengan alasan sertifikatnya tidak ada di BTN. Lantas klien kami bertanya, sertifikatnya di mana, tidak ada yang menjawab. Yang wanprestasi ini siapa," tandas Ance.
Sementara itu, kuasa hukum BTN, Prijono SH mengatakan, BTN dalam hal ini juga sebagai korban. Karena BTN dalam bulan ini sudah melaporkan notaris ke pihak kepolisian. Pelaporan itu dilakukan lantaran adanya dugaan penggelapan beberapa sertifikat yang disahkan oleh notaris tersebut.
"Sertifikat itu di notaris S. Seharusnya, sertifikat itu harus di kasihkan ke BTN sebagai agunan. Tapi ini tidak diberikan ke kami. Katanya malah diberikan ke developer. Sudah kami laporkan ke polisi kasus ini. Bahkan kasus ini sudah masuk tahap akhir," ujarnya.
Mengenai nasib para nasabah, kata Prijono, sudah ada pembicaraan secara kekeluargaan. Menurutnya sertifikat milik para nasabah sudah ada menjadi bukti dalam kasus yang dilaporkan oleh BTN tersebut.
"Sudah ada di kami. Dalam beberapa bulan akan kami selesaikan. Sudah kami bicarakan secara kekeluargaan," pungkasnya. (dtc)