Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Hong Kong . Bankir asal Inggris, Rurik Jutting, yang membunuh dua wanita Indonesia di Hong Kong, secara resmi mengajukan banding atas vonis penjara seumur hidup yang diterimanya. Sidang banding digelar pekan ini, dengan pengacara Jutting menyebut hakim menyesatkan juri dalam mengambil keputusan.
Dalam persidangan, seperti dilansir AFP dan Reuters, Selasa (12/12), tim penasihat hukum Jutting berargumen hakim Michael Stuart-Moore berulang kali menyesatkan para juri pengadilan saat sidang digelar November 2016 lalu. Saat itu, para juri pengadilan menyatakan Jutting bersalah atas dakwaan pembunuhan dan divonis penjara seumur hidup.
Jutting yang berusia 32 tahun ini terlihat tenang saat menyaksikan pengacaranya, Gerard McCoy, sibuk menjelaskan bahwa hakim Stuart-Moore telah 'secara keliru' mengarahkan para juri dalam persidangan lalu.
McCoy menegaskan, hakim telah menyatukan 'abnormalitas pikiran' dengan 'gangguan kejiwaan'. Hal itu terjadi saat sang hakim meminta para juri menilai apakah kondisi pikiran Jutting saat itu menghilangkan tanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.
"Abnormalitas pikir tidak sepenuhnya masuk ke dalam gangguan atau penyakit. Di sini, hakim menyamakannya, memaksa juri untuk melihatnya sebagai gangguan," jelas McCoy. "Dasar dari banding ini adalah hakim secara keliru mengarahkan hakim juga menyesatkan soal arti sebenarnya dari abnormalitas pikiran," imbuhnya.
Dalam persidangan diungkap bahwa Jutting menyerang korban pertamanya, seorang WNI bernama Sumarti Ningsih (23), yang datang ke apartemennya pada 25 Oktober 2014. Jaksa menyebut, Jutting menyiksa Ningsih selama tiga hari secara keji dan merekam peristiwa mengerikan itu. Rekaman video tersebut telah diputar di depan para juri.
Diungkapkan juga dalam sidang bahwa Jutting menggunakan tang, alat bantu seks dan ikat pinggang untuk menyiksa Ningsih. Jutting yang lulusan Cambridge University, Inggris ini menyebut perasaan dominan atas korbannya memberikan rasa seperti kecanduan bagi dirinya. Jasad Ningsih ditemukan di dalam koper dalam kondisi dimutilasi.
Korban kedua, Seneng Mujiasih (26) yang juga seorang WNI, ditemukan di ruang tamu, dengan berlumuran darah dan sejumlah luka tusukan ada di tubuhnya. Kedua jasad korban ditemukan polisi pada 1 November 2014, setelah Jutting meminta polisi datang ke apartemennya.
Pada persidangan lalu, pengacara Jutting berargumen kliennya tidak bisa bertanggung jawab secara penuh atas tindakannya karena saat itu dia berada di bawah pengaruh alkohol dan kokain, juga memiliki gangguan kepribadian seperti sadisme seksual dan narsisme. Menurut pengacaranya, Jutting mengalami abnormalitas pikiran sehingga tidak bisa menjalankan fungsi mentalnya dengan baik.
Namun hakim menolak argumen itu dan menyatakan Jutting menyadari serta mampu bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Hakim menegaskan, Jutting mampu memberikan penilaian dan mampu menahan diri sebelum menghabisi nyawa kedua korbannya. Hakim juga menyebut Jutting sebagai 'predator seks'. (dtc)