Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Tentara Israel sepertinya memperlakukan semua warga Palestina layaknya monster. Mereka tak mengenal usia dan jenis kelamin. Siapapun yang dicurigai pasti akan disikat tanpa belas kasih. Begitulah yang terjadi kepada Mohamed Abu Aliya, 12 tahun, yang tengah bermain di halaman rumahnya, Kamis (21/12/2017).
Penangkapan Abu ini sepertinya merupakan kelanjutan atas aksi penangkapan terhadap seorang aktivis perempuan, Ahed Tamimi. Tak cuma Ahed, sang ibu, Nariman yang datang untuk membesuk aktivis berusia 16 tahun itu kemudian ikut ditahan tanpa alasan yang jelas.
Kenyataan itu mengingatkan publik kepada sosok Manal Tamimi. Dia pernah mengungkapkan bahwa menjadi seorang ibu di Palestina berarti juga menjadi seorang aktivis. Dua peran ini nyaris sulit dipisahkan. Para ibu harus senantiasa awas mengawasi dan melindungi anak-anak mereka dari kekejaman tentara Israel.
"Saya dapat katakan, 90 persen ibu di Palestina pasti pernah merawat anak mereka yang terluka atau berupaya membebaskan anak yang ditahan aparat Israel," kata Manal kepada Al-Jazeera.
Ia tak sedang mendramatisasi keadaan di Palestina. Contoh konkretnya adalah si sulung, Osama. Selama dua bulan Manal harus merawat putranya yang nyaris buta karena terkena tembakan gas air mata. Putra keduanya, Hamada, juga pernah dua kali luka-luka. Salah satunya akibat peluru caliber 22 yang menembus kakinya.
Manal bersama suaminya, Bilal, tinggal di Desa Saleh yang yang berpenduduk 600 jiwa. Desa ini berjarak sekitar 20 kilometer sebelah barat laut Ramallah. Keduanya aktif di sebuah media lokal. Bilal biasa mendokumentasikan dalam bentuk film dan foto setiap aksi unjuk rasa di desanya, lalu Manal mengunggahnya di twitter.
"Kami ingin dunia melihat setiap hari apa yang dilakukan militer Israel di tanah kami," kata Manal.
Dia menyebut aksi nekadnya ini demi masa depan anak-anak dan generasi muda Palestina dalam mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak mereka dari kesemena-menaan Israel.
Menjadi ibu di wilayah pendudukan juga membuat kaum ibu di Palestina sulit untuk menjelaskan kepada anak-anak mereka yang masih balita tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Kebanyakan dari mereka terbiasa melihat teman atau anggota keluahranya dipukul, ditahan, bahkan dibunuh tentara Israel.
Manal mengaku pernah sekali ditahan dan ditembak Israel. Kenyataan itu membuat salah satu anak perempuannya traumatis. Untuk sementara waktu dia memutuskan berhenti berunjuk rasa. Selain untuk menentramkan putrinya, sekaligus juga memulihkan luka di tubuhnya.
Kini, Manal menjadi tuan rumah bagi para jurnalis dan aktivis yang datang ke Nabi Saleh. Ia biasa menyiapkan sendiri hidangan bagi para pendemo meski tubuhnya sudah lelah karena bertugas di jalan sepanjang hari. "Berjuang tidak bisa hanya dengan satu cara," kata Mannal. (dtc)