Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Kulon Progo. Polisi akhirnya melepas empat mahasiswa yang ditangkap ketika ricuh pembebasan lahan Bandara Kulon Progo. Empat orang itu berinisial MR dan HH keduanya mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogya, RM mahasiwa UMY, dan ZA mahasiswa UGM.
"Kita sifatnya mengamankan, seluruhnya mahasiswa, agar mereka tidak memprovokasi warga," kata Kapolres Kulon Progo, AKBP Irfan Rifai, kepada wartawan, Selasa (9/1/2018).
Hasil dari pemeriksaan ketika keempat mahasiswa itu diamankan di Mapolres Kulon Progo, sambungnya, motif mereka berada di lokasi pembebasan lahan adalah murni aksi solidaritas terhadap warga yang menolak proyek bandara.
"Tidak ada yang membiayai, murni aksi solidaritas, jadi kita lepaskan sore ini. Tidak ditemukan unsur pidana," jelasnya.
Irfan menambahkan, setelah melepas empat mahasiswa tersebut, pihaknya akan berkomunikasi dengan rektor masing-masing perguruan tinggi tempat mereka kuliah. Tujuannya, kata Irfan, untuk koordinasi agar dikemudian hari tidak ada lagi mahasiswa yang ditangkap dengan dugaan sebagai provokator maupun melakukan tindak pidana selama proses pembebasan lahan bandara.
"Kita akan komunikasi dengan rektor mereka," imbuhnya.
Sebelumnya, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo juga menyatakan akan koordinasi dengan beberapa perguruan tinggi yang mahasiswanya teridentifikasi berada di lahan lokasi pembangunan bandara.
"Yang ditangkap kita minta dikembalikan ke kampusnya. Kita juga akan komunikasi dengan rektor mereka," ujarnya melalui pesan singkat kepada wartawan siang tadi.
MR, HH, RM, dan ZA, diciduk polisi di lokasi pembebasan lahan di Dusun Kepek, Desa Glagah, Kecamatan Temon sekitar pukul 11.45 WIB. Penangkapan buntut kericuhan saat petugas Angkasa Pura I Yogyakarta mengosongkan lahan di dusun tersebut. Polisi menduga keempat mahasiswa itu sebagai provokator warga penolak Bandara Kulon Progo.
Seorang aktivis, Heron, menambahkan soal kronologi kericuhan tersebut.
"Di lokasi tadi, ada dua lahan yang pro dan kontra. Bersebelahan, kita jaga lahan yang kontra (warga penolak) agar tidak ikut dirobohkan tanamannya," kata Heron, ditemui di salah satu rumah warga penolak bandara, di Desa Glagah.
Namun, lanjutnya, polisi yang disebutnya memprovokasi warga dan aktivis relawan.
"Sekitar 11.15 WIB warga mencoba menghalangi alat berat yang mencoba merusak lahan warga yang berstatus hak milik," jelasnya.
Dia melanjutkan sempat terjadi dorong-dorongan antara warga dan aparat. Salah satu aparat disebut mengerakkan jari tangan yang tidak pantas dan mengarahkannya ke warga. Hal tersebut kemudian mengakibatkan bentrokan antara warga dan aparat.
"Sikap aparat semakin represif, mereka kemudian mendorong lalu memukul warga dan relawan," imbuh Heron yang terluka di bagian kepala dan tangannya.Berdasar catatan relawan, ada tujuh orang aktivis dan tiga warga yang terluka. (dtc)