Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pengamat Ekonomi Benjamin Gunawan mendukung pernyataan Kepala Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Medan Ramli Simanjuntak pada sidak beras di Jalan Sibayak Medan, Rabu (17/01/2018), bahwa sudah saatnya ada Pasar Induk Beras di Medan.
Bahkan menurut Benjamin, pembentukan Pasar Induk Beras di Medan harus menjadi skala prioritas pemerintah. "Tentunya Pasar Induk Beras harus menjadi skala prioritas pemerintah ke depan, karena kita bisa memiliki data valid tentang kebutuhan dan ketersediaan beras," kata Benjamin, Rabu (17/01/2018).
Sebagaimana kata Ramli Simanjuntak, selain untuk stabilisasi harga dan ketersediaan beras, Pusat Induk Beras juga untuk mendorong keberlangsungan produksi beras petani. "Sebab beras petani bisa dihargai lebih layak lagi," katanya.
Kemudian Pusat Induk Beras juga sebagai salah satu strategi memotong panjangnya rantai pasok beras dari petani ke distributor dan ke masyarakat juga. Dengan terpangkasnya rantai pasok adalah turut menekan kenaikan harga dan persediaan beras.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut Alwin Sitorus mengatakan belum bersedia mengomentari hasil sidak beras KPPU Medan itu, termasuk agar ada Pusat Induk Beras di Medan. "Nanti akan kami bawa dalam rapat dengan Satgas Pangan," kata Alwin.
Sementara itu, Benjamin mengatakan ada temuan yang menarik dari sidak beras KPPU Medan itu, dimana harga beras medium yang harga belinya sudah mendekati HET beras medium itu sendiri.
"Tentunya dengan harga seperti itu, akan diakali dengan menyortir beras supaya kelasnya bisa naik ke premium. Alhasil harga beras menjadi lebih mahal. Mengacu kepada temuan KPPU tersebut, pemerintah seharusnya bertindak cepat mengatasi masalah ini," kata Benjamin.
Dia mengatakan kualitas beras itu bisa dilihat dari butiran berasnya. Beras pecah yang masuk dalam kualitas medium atau murah, bisa di saring atau disortir pecahannya sehingga bisa didiversifikasi lagi harganya.
Sementara terkait dengan impor beras, yang menjadi persoalan bukan hanya terletak kepada persediaannya saja. Namun, harga yang mahal menjadi perhatian khusus. Sehingga memang salah satu cara yang bisa diambil adalah mengimpor. Ini kan kebijakan meredam harga namun merugikan petani.
"Nah yang paling penting itu kan dalam jangka pendek mengendalikan harga beras. Kalau persediaan tersedia cukup premium, namun harga beras untuk semua jenis justru naik, tentunya tetap ada masalah yang harus diselesaikan disitu. Karena stok yang cukup tidak menjamin stabilnya harga. Sehingga impor yang diambil sebagai jalan keluar," katanya.
Dari temuan KPPU tersebut, ujar Benjamin lebih lanjut, sebaiknya pemerintah langsung mengambil tindakan untuk menstabilkan harga. "Kalau menunggu panen dalam waktu dekat, saya sependapat. Tetapi lagi-lagi yang masyarakat itu membutuhkan solusi instan untuk mengatasi mahalnya harga beras saat ini," sebutnya.
Terkait dengan rentang harga beras premium yang berkisar Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kg, kata Benjamin, adalah sama dengan data yang dimilikinya memang sama dengan data kita.
Di tingkat distributor atau agen harga, beras premium itu berkisar Rp 11.800 per kg nya. Namun begitu dijual langsung ke pembeli harganya berkisar Rp 13.000 hingga Rp 13.500 per kg. Padahal saat belum terjadi kenaikan, harganya bisa mencapai Rp 12.000-an per kg, bahkan saat panen raya bisa Rp 11.500 per kg.