Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Meninggalnya mantan Presiden Iran Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, diyakini sebagai kematian musuh terbesar Garda Revolusi Iran (Islamic Guard Revolution Corp/ IGRC). Rafsanjani membuka pintu bagi IGRC agar bermain sektor ekonomi pada masa pemerintahannya, 1989-1997. Namun pada 2009 ia berpihak pada gelombang protes dan menuntut pembatasan campur tangan Garda Revolusi dalam bisnis.
Pemakaman Rafsanjani pada Januari 2017 lalu terasa aneh. Dua juta rakyat Iran tumpah di jalan untuk berkabung. Negeri itu telah kehilangan tokoh oposisi. Rafsanjani bukan terkenal sebagai pemimpin yang terbuka dengan Barat ketika berkuasa, tetapi selepas dari pemerintahan sikapnya mulai berubah dan menuntut keterbukaan.
Kerumunan massa itu merupakan peristiwa terbesar setelah kematian Ayatollah Khomeini pada 1989. Mereka mengantar jenazah Rafsanjani yang dimakamkan di dekat makam Khomeini di tempat suci selatan Teheran. Pelayat ini kebanyakan memakai gelang hijau, tanda gerakan protes terhadap pemerintah.
Salah satu protes Rafsanjani adalah ketertutupan Iran atas Barat. Ia menyebutkan bahwa perekonomian yang tak sehat dan dikuasai oleh Garda Revolusi sudah saatnya diubah. Ia yang telah membuka keran ekonomi kepada Garda Revolusi ingin menutupnya kembali.
Kehadiran petinggi Garda Revolusi dalam pemakaman itu-pun menuai cibiran. Sebagian anggota gerakan protes meyakini mereka hanya berpura-pura berkabung.
"Mereka akan sangat berbahagia. Air mata yang mereka keluarkan adalah air mata buaya," ungkap Direktur Institute of Iranian Studies di University of Saint Andrews kepada Reuters beberapa hari saat pemakaman.
Rafsanjani merupakan anggota Majelis Ahli yang ditunjuk oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khameini. Keresahan Rafsanjani bukan sembarangan, dominasi bisnis Garda Revolusi Iran kian mencekik kondisi ekonomi.
Tesis berjudul Explaining The Economic Control of Iran by The IRGC yang ditulis oleh akademisi University of Central Florida, Mathew Douglas Robin menyebutkan penguasaan bisnis ini dilakukan dengan cara-cara licik. Garda Revolusi membentuk berbagai yayasan yang dimiliki oleh perusahaannya untuk menghindar pajak. Mereka-pun gencar mengambil proyek pemerintah tanpa tender.
Selain itu privatisasi yang digelar oleh pemerintah mereka manfaatkan untuk memborong berbagai saham perusahaan-perusahaan yang memiliki peran penting, seperti Iran Telecommunications Company, perusahaan eksplorasi biji timah Angouran, pabrik mobil Bahman, industri elektornik, dan perusahaan keuangan Mehr's.
Praktek inilah yang menutup persaingan bebas di Iran. Perusahaan yang tidak terafiliasi dengan Garda Revolusi mustahil untuk memenangkan proyek pemerintah. Akibatnya sepertiga perekonomian Iran berada di tangan mereka.
Tak hanya itu, Bisnis Insider mencatat berbagai bisnis bawah tanah di Iran juga dikuasai oleh Garda Revolusi dengan mengatur berbagai proyek sehingga menghambat investor. Selain itu mereka terlibat penyelundupan opium di kawasan Afghanistan dan ditengarai pernah bekerjasama dengan kartel obat-obatan terlarang Meksiko.
Kondisi inilah yang kini mengkhawatirkan kelompok oposisi Iran. Negara mereka terpuruk sedangkan bisnis dan ekonomi dikuasai oleh lembaga paramiliter. (dtc)