Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Menteri Pertanian (Mentan) RI Amran Sulaiman mengklaim bahwa petani di sejumlah daerah di Indonesia akan memasuki musim panen seluas kurang lebih dua juta hektare. Dan, salah satu provinsi yang akan memasuki masa panen itu adalah Sumatera Utara (Sumut).
Prakiraan panen padi pada bulan Februari 2018 di sejumlah daerah di Sumut menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut M Azhar Harahap, berkisar seluas 72.909 hektare.
"Luas panen ini diperoleh dari luas tanam berkisar 75.522 hektare yang tersebar di beberapa kabupaten/kota," kata Azhar ketika dihubungi, di Medan, Rabu (24/1/2018).
Kabupaten kota yang panen itu menurut Azhar, antara lain, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Labuhanbatu, Simalungun, Deliserdang, Langkat, Serdang Bedagai (Sergai), Batubara,
Labuhanbatu Utara (Labura) dan kabupaten potensi lainnya di Sumut.
"Produksi padi yang akan kita peroleh dari luas panen tersebut diperkirakan sebanyak 379.490 ton gabah kering giling (GKG) dengan provitas rata-rata 52,05 kuintal per hektare," kata Azhar.
Produksi ini lanjut dia, jika dikonversi ke beras menjadi 241.859 ton beras. Sementara kebutuhan beras masyarakat Sumut dengan jumlah penduduk 14 juta jiwa kurang lebih 153.668 ton beras.
Ini artinya produksi bulan Februari 2018 masih surplus sebanyak 88.181 ton beras.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Sumut Richard Sidabutar menegaskan, kalau data yang disajikan Dinas Tanaman Pangan Sumut itu akurat (surplus), Sumut tidak perlu impor beras.
Sebab, kata dia, impor beras tidak akan menguntungkan petani apalagi dalam kondisi menjelang musim panen. Harga gabah petani akan anjlok jika Sumut melakukan impor.
Richard juga heran, mengapa pemerintah lebih suka impor beras daripada membeli gabah atau beras petani.
"Untuk membeli beras impor pemerintah bisa tapi beli beras petani pemerintah tidak mau. Alasannya, harga gabah petani di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Harusnya, pemerintah lebih mendukung produksi dalam negeri," jelas Richard.
Kalau data-data stok pangan yang disajikan Kementerian Pertanian (Kementan) itu benar, Indonesia surplus, Indonesia tidak perlu melakukan impor.
"Kecuali memang stok pangan kita menipis atau tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, barulah impor kita lakukan," kata Richard lagi.