Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sungguh mudah mencari martabak di Medan. Tapi apa yang membuat martabak piring begitu tersohor? Suatu malam awal Januari lalu medanbisnisdaily.com sengaja mencari tahu sambil melakukan icip-icip di gerai martabak piring Jalan Bogor.
Pukul 18.00 WIB saat toko mulai tutup, martabak piring mulai sibuk menggelar dagangannya. Semua perlengkapan di keluarkan dari mobil MPV, tenda dipasang dan arang pun mulai dibakar. Para karyawan martabak piring yang mengenakan seragam berwarna biru tua itu menyiapkan adonan, ada yang langsung memanaskan cetaan martabak yang dirancang khusus dari piring kaleng jaman dahulu. Piring sejenis tidak bakal didapat dari tempat penjual martabak biasa.
Eli, pemilik Martabak Piring memantau usaha yang sekaligus berperan sebagai kasir memiliki meja khusus, berhadapan ke arah jalan. Ia menawarkan setiap orang yang lewat untuk membeli martabak. Saat dia tahu dikunjungi medanbisnisdaily.com, ia langsung berujar bahwa sudah banyak yang meliput usahanya, bahkan sering masuk tv.
“Orang sering datang ke sini moto-moto. Asal jangan aku saja yang difoto,”ujarnya dengan sikap biasa-biasa saja.
Ia memanggil salah seorang karyawannya untuk menjelaskan sejarah usahanya berdiri. “Saya sibuk mbak, layani pembeli,”ujarnya kalem.
Wanita ini bersikap lebih ramah kepada pembeli, tapi biasa saja bagi mereka yang datang untuk mengambil foto usahanya. Untuk meraih simpati Eli, demi sebuah senyuman ramah, medanbisnisdaily.com ikut memesan martabaknya. Benar saja, wanita ini langsung sumringah. Saya pun gembira. Tapi ketika ditanya-tanya, tetap saja ia pelit imformasi.
Martabak Tanpa Santan
Martabak Piring dirintis oleh orang tua Eli bernama Pak Bupon sejak 40 tahun silam. Kini karena orang tuanya sudah tua diteruskan oleh Eli. Tidak ada sesuatu yang berubah meski usaha ini sudah berpindah tangan.
“Masih tetap sama seperti saat ditangani bapak. Justru hal ini sengaja dipertahankan. Yang berbeda sekarang adalah kita sudah memiliki 4 cabang,”aku perempuan berhijab ini
Eli mengisahkan orang tuanya adalah perantauan dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Karena gak ada sesuatu yang bisa dikerjakannya, Bupon memutuskan berjualan martabak.
“Karena di Bukit Tinggi martabak sejenis ini sangat banyak. Kebetulan papa tahu cara membuat martabak,”ungkapnya seperti dikisahkan orang tuanya.
Bupon pun memutuskan berjualan martabak seperti ilmu yang diperolehnya di kampung halamannya di Minangkabau. Karena masa itu bahan bakar gas juga belum populer, Bupon memanggangnya dengan menggunakan arang.
Bupon membuat ukuran martabak yang sederhana agar ia bisa menjual dengan harga yang lebih murah dan orang gampang menikmatinya. Tak disangka caranya yang simpel justru membuat orang suka.
“Biasanya ukuran martabak itu besar-besar. Untuk satu martabak harus dimakan 2 orang baru habis,”jelas Eli.
Tapi martabak buatan Bupon ukurannya lebih mini. “Sekali makan orang bisa makan hingga 3 bahkan 5 potong,”akunya. Dengan ukurannya yang mini, yang melihatnya pun tidak bikin eneg dan tidak harus memotong-motongnya lagi.
Ada dua jenis martabak yang dimiliki martabak Piring Murni, yaitu martabak tebal dan martabak tipis. Martabak tebal wujudnya lebih gemuk dan empuk, meski tetap pendek dan mini. Sementara martabak tipis wujudnya tipis dengan rasa yang lebih krispy.
“Yang tipis ini lezatnya dinikmati hangat. Jika sudah dingin jadi tidak rapuh lagi,”ujar Eli. Sementara pilihan rasa terdiri dari rasa coklat, kacang, coklat kacang, keju, coklat keju dan campur.
Untuk membuat martabak piring bahan yang digunakan adalah tepung, telur, mentega dan air. “Martabak kita tidak menggunakan santan. Adonanya dari air,”akunya.
Dijelaskan Eli, santan tidak digunakan agar adonan tidak gampang basi dan rasa yang tidak mudah eneg. Jadi dinikmati dalam jumlah yang banyak pun tidak gampang puas. Untuk rasa lemak dan gurih, mengandalkan telur dan mentega.
Adonan dalam kondisi encer dimasukkan ke dalam piring kaleng yang dilengkapi tangkai kayu sebagai pegangannya. Adonan langsung dipanggang di bara api. Saat mulai matang, barulah diberi rasa di atasnya, seperti gulai pasir, meses, keju, coklat dan kacang. Martabak diangkat dan digulung lalu dimasukkan ke dalam kotak.
Harga yang dijual bervariasi. Untuk martabak tebal rasa keju perpotongnya dijual Rp 8.000, sementara martabak tipis perpotongnya Rp 4.500. Saat momen waktu libur, martabak piring ramai pembeli. Bahkan untuk mendapatkan satu potong martabak, pengunjung rela ngantri.
Eli mengisahkan pembelinya tidak hanya warga kota Medan. “Banyak tamu dari luar kota ke sini. Mereka memesannya sebagai oleh-oleh. Malah ada yang dibawa ke luar negeri,”ucapnya.
Ia menjelaskan, martabaknya juga tidak gampang basi. Bisa tahan seminggu jika disimpan di dalam lemari pendingin. Saat dinikmati tinggal dipanaskan dalam oven.
Tidak mudah untuk menggali informasi tentang sejarah martabak piring ini. Harus bisa mengambil hati Eli. Sebelum saya beranjak pulang, tidak lupa membayar martabak yang saya makan dua potong seharga Rp 8.000. Saya merasa cukup puas. Martabaknya unik dan enak.