Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyebutkan tahun 2017 sebagai tahun yang penuh badai bagi industri perkebunan kelapa sawit nasional. Namun pihaknya melewati badai tersebut. Namun, tahun 2017 juga memberikan hal-hal yang manis bagi industri sawit, tidak melulu soal pahit dan kerasnya badai yang harus dilalui.
"Misalnya, pada tahun 2017, hampir semua negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia mencatatkan kenaikan permintaan minyak sawitnya. India mencatatkan kenaikan permintaan yang signifikan, baik secara volume maupun persentase," kata Joko Supriyono kepada medanbisnisdaily.com melalui aplikasi WhatsApp.
Ia lalu merinci, sepanjang tahun 2017 India meningkatkan permintaan minyak sawitnya menembus 7,63 juta ton, naik 1,84 juta ton atau 32% dibandingkan dengan tahun 2016. Kata dia, tahun lalu total permintaan India sebesar 5,78 juta ton.
Selain itu, papar Joko, ekspor ke negara-negara di benua Afrika juga mencatatkan peningkatan 50%. "Tahun 2016 ekspor ke negara-negara di Afriak 1,52 juta ton. Lah, di tahun 2017 menjadi 2,29 juta ton," sebut Joko.
Kenaikan ini, beber Joko, terus diikuti ekspor ke China sebesar 16%, yakni di tahun 2016 sebesar 3,23 juta ton, di tahun 2017 meningkat menjadi 3,73 juta ton. Yang menarik, ekspor ke negara-negara di Uni Eropa yang punya kecenderungan keras terhadap sawit Indonesia, malah naik 15%.
"Di tahun 2016 volume ekspor ke negara-negara di Uni Eropa hanya 4,37 ton, di 2017 menjadi 5,03 juta ton," ungkap Joko. Lalu, ekspor ke Pakistan naik 7%, di mana 2016 mencapai 2,07 juta ton, lalu di 2017 menjadi 2,21 juta ton).
Ekspor ke Amerika Serikat naik 9%, tahun 2016 sebesar 1,08 juta ton, di 2017 menjadi 1,18 juta ton), Bangladesh naik 36% di mana 2016 jumlahnya mencapai 922,85 ribu ton, di 2017 menjadi 1,26 juta ton). Begitu juga di negara-negara Timur Tengah yang naik 7%, di mana 2016 sebesar 1,98 juta ton, di 2017 menjadi 2,12 juta ton.
Prospek Tahun 2018
Lalu, bagaimana dengan tahun 2018 ini? Sekretaris Jenderal GAPKI Togar Sitanggang yang dihubungi secara terpisah menyebutkan, pelaku usaha industri minyak sawit Indonesia, khususnya yang tergabung dalam GAPKI, tetap optimis pada tahun ini industri sawit Indonesia tetap memiliki prospek yang baik.
"Optimisme kami ini muncul didukung dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik di bawah pemerintahan saat ini," kata Togar.
Kata dia, sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan investasi dan ekspor, khususnya ke pasar nontradisional, meningkatkan produktivitas nasional, pengurangan kemiskinan, serta mengatasi kesenjangan ekonomi maka program kerja 2018 akan difokuskan pada beberapa hal.
"Yang pertama, GAPKI akan tetap merawat pasar ekspor tradisional, sekaligus melakukan promosi minyak sawit Indonesia ke pasar-pasar baru ekspor. Kedua, meningkatkan program kemitraan dengan petani sawit swadaya untuk replanting dan peningkatan produktivitas," ujar Togar.
Lalu, ketiga, melakukan penguatan dan percepatan implementasi sustainability/ISPO. Keempat, melakukan penanganan terhadap hambatan perdagangan, termasuk isu-isu negatif yang sering muncul, seperti isu antidumping biodiesel asal Indonesia oleh Amerika Serikat.
"Isu sawit dituding sebagai penyebab utama deforestasi tampaknya masih akan tetap ada, terutama di Uni Eropa. Lalu isu rencana Uni Eropa menghentikan program biodiesel dari minyak sawit pada tahun 2021," kata Togar.
Selain itu, kata Togar, GAPKI juga terus memonitor perkembangan persepsi negatif terhadap minyak sawit sebagai minyak nabati less healthier dan low quality di beberapa negara yang masih terus dibicarakan hampir di semua negara-negara pengimpor.
Hal yang kelima, kata Togar, adalah menangani sejumlah isu domestik seperti penanganan masalah lahan gambut dan pecegahan kebakaran lahan dan hutan, masalah penetapan kawasan hutan, serta melakukan sosialisasi kepada stakeholders tentang strategis dan pentingnya industri sawit.