Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. PPP tidak setuju dengan aturan di RUU MD3 soal polisi wajib membantu DPR memanggil paksa lembaga atau individu yang mangkir dari panggilan. Dalam aturan itu, polisi bahkan bisa melakukan penyanderaan.
"Terkait dengan upaya paksa tersebut, PPP mengingatkan agar normanya dirumuskan lebih baik lagi. Terutama yang terkait dengan aspek proseduralnya," ucap anggota Baleg dari Fraksi PPP Arsul Sani saat dihubungi, Jumat (9/2/2018).
Aturan yang dimaksud ada dalam Revisi UU MD3 Pasal 73. Ada tambahan dua pasal dari UU No 17 Tahun 2014 itu mengenai pemanggilan terhadap pihak yang dipanggil DPR.
Arsul tak ingin ada kesan DPR sebagai badan legislasi dapat bersikap sewenang-wenang terhadap lembaga lainnya. Pasal ini, menurutnya, terkesan 'menyuruh' Polri membantu DPR dalam ranah hukum.
"Jangan sampai membuka peluang bahwa DPR bisa sewenang-wenang dengan gunakan aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri," kata Arsul.
Oleh sebab itu, Sekjen PPP itu meminta Badan Legislasi DPR mempertimbangkan RUU MD3 terkait pasal tersebut. Di antaranya, sebut Arsul, mengkaji ketentuan panggilan paksa dan penyanderaan, serta melibatkan Polri dan ahli hukum untuk membahas kecukupan hukum formil dalam Pasal 73 itu.
"Untuk itu, PPP minta agar Baleg melakukan dua hal. Pertama, mengkaji ketentuan dengan panggilan paksa dan penyanderaan di UU tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa," tutur anggota Komisi III itu.
"Dua, membicarakan kecukupan hukum formil atau proseduralnya dengan Polri dan para ahli hukum," sambung Arsul.
Selain soal ini, PPP tidak setuju dengan pasal penambahan pimpinan tiga pimpinan MPR. Adapun revisi UU MD3 menyepakati penambahan tiga pimpinan DPR, satu pimpinan DPR, dan satu pimpinan DPD.
Diberitakan sebelumnya, Baleg DPR bersama pemerintah menyepakati aturan polisi wajib membantu DPR memanggil paksa lembaga atau individu yang mangkir dari panggilan. Dalam RUU MD3 itu, diatur pula agar polisi bisa menyandera objek yang dipanggil paksa DPR.
Anggota Komisi III dari F-PDIP Masinton Pasaribu menyebut maksud penyanderaan itu bisa berarti dilakukannya penahanan. Itu bila pihak yang dipanggil DPR mangkir sebanyak tiga kali berturut-turut.
"Ya kayak ditahan sementara. Itu kalau dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas, ya DPR diberi kewenangan melakukan penyanderaan dengan bantuan kepolisian," jelas Masinton, Jumat (9/2). dcn