Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membuktikan kapal-kapal cantrang yang ada saat ini di Rembang dan Tegal, Jawa Tengah melakukan markdownatau memanipulasi ukuran kapal. Hal tersebut diketahui setelah melakukan pendataan dan verifikasi terhadap kapal-kapal cantrang yang ada di dua lokasi tersebut.
Berdasarkan data KKP hingga hari ini, setidaknya ada 237 kapal cantrang yang melakukan markdown. Di Rembang misalnya, dari 331 kapal cantrang yang ada, 259 di antaranya berukuran di atas 30 GT dan 77 kapal berukuran di bawah 30 GT. Diperkirakan 75% pemilik kapal cantrang di Rembang juga tidak sesuai ukurannya dengan yang tercantum di dalam dokumen kepemilikan kapal.
Sementara untuk Tegal, setelah dilakukan pendataan sampai dengan tanggal 9 Februari 2018 lalu, masih ada 111 kapal cantrang yang belum menyanggupi penggantian alat tangkap dan dinyatakan belum dapat diproses untuk kembali melaut.
"Jadi dengan segala fasilitas yang diberikan oleh pemerintah, akhirnya ternyata dari dua lokasi ini kita temukan kapal cantrang itu di bawah ukuran 30 GT. Ternyata hampir semua kapal cantrang itu ukurannya di atas 30 GT. Jadi untuk pertama kali, akhirnya kapal cantrang itu kita tahu ya, kapal cantrang itu di atas 30 GT," kata Susi dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (12/2).
Susi bilang, hal ini membuktikan bahwa mayoritas kapal cantrang yang ada selama ini merupakan kapal ilegal karena melalukan markdown ukuran kapal. Pemberlakuan markdownsendiri dilakukan demi membebaskan kapal-kapal tersebut dari pembayaran PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang didapat dari surat izin penangkapan ikan (SIPI) serta demi mendapatkan fasilitas subsidi solar kepada nelayan.
"Karena apa, karena dari dulu memang cantrang yang hanya diperbolehkan itu ukuran 10 GT. Jadi kalau ada yang di atas itu berarti marked down, ya selama ini melakukan praktek pengukuran yang dikecilkan ukurannya. Jadi dari data kita itu, ukurannya ternyata di atas 60-70 GT bahkan ada yang 130 GT," tutur Susi.
Namun demikian, meski telah diketahui melakukan markdown, KKP telah memberikan kesempatan bagi pemilik kapal untuk kembali melaut. Hal itu dilakukan dengan menandatangani Surat Pernyataan Kesanggupan peralihan alat tangkap cantrang dan melengkapi dokumen kepemilikan kapal cantrang, serta syarat-syarat lainnya yang telah disepakati bersama sebelumnya terkait perpanjangan waktu peralihan alat tangkap cantrang.
"229 kapal cantrang telah menyanggupi peralihan alat tangkap dan telah dinyatakan dapat kembali melaut. Selanjutnya pemilik kapal melakukan pembayaran PNBP, membeli VMS, meminta Nakhoda membuat Surat Pernyataan Melaut (SPM) agar dapat diterbitkan Surat Keterangan Melaut (SKM) sebagai tanda kapal dapat beroperasi kembali," ujar Susi.
"Jadi sesuai dengan arahan pak Presiden, pemilik kapal cantrang diberikan izin melaut lagi sampai masa peralihan selesai. Masa pengalihan ini tidak ditentukan waktunya tapi didata satu per satu, namanya alamatnya alasannya dan kapan siapnya, kita juga siapkan perbankan, pemerintah juga membantu restrukturisasi utangnya yang lama. Jadi kalau ada utang yang lama mereka bisa tunda di dalam pokok untuk membeli alat tangkap baru, diberi kredit lagi yang lama hanya bayar bunga saja," sambungnya.
Bagi kapal yang belum mau menandatangani komitmen peralihan alat tangkap, Susi menegaskan pihaknya tak bakal memperbolehkan kapal tersebut kembali melaut. Namun, bagi kapal yang ingin beralih alat tangkap tapi belum memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen, dapat segera melengkapi dokumen persyaratan untuk dapat mengajukan Surat Keterangan Melaut (SKM) dan segera berlayar.
"Kita akan bantu mereka untuk mengalihkan alat tangkapnya, baik secara perbankan maupun surat lainnya. Sementara mereka yang sudah selesai dokumen bisa langsung melaut. Kalau yang belum ya memang belum diizinkan melaut. Itu saja," pungkasnya. (dtf)