Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Moskow - Rusia dan Inggris masih bersitegang soal insiden diracunnya eks mata-mata Sergei Skripal. Yang terbaru, otoritas Rusia meminta Inggris untuk menunjukkan bukti yang mendukung tuduhan bahwa pihaknya telah meracuni Skripal.
Diketahui bahwa Inggris menuding Rusia bertanggung jawab atas percobaan pembunuhan terhadap Skripal (66) dan putrinya, Yulia (33). Keduanya masih kritis di rumah sakit usai terpapar gas saraf jenis Novichok di Salisbury, Inggris pada 4 Maret lalu. Seperti dilansir Reuters dan media lokal Inggris, The Guardian, Senin (19/3/2018), juru bicara Kremlin atau Kantor Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, menyebut tudingan Inggris 'sulit untuk dijelaskan' juga 'tidak berdasar dan bersifat fitnah'.
"Cepat atau lambat, tudingan-tudingan yang belum dibuktikan kebenarannya ini, harus dijawab: apakah dengan didukung bukti yang layak atau dengan permintaan maaf," tegas Peskov dalam conference call dengan wartawan.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menyebut tudingan Rusia meracuni Skripal dan putrinya sebagai 'omong kosong'. Komentar Peskov ini dilontarkan usai Uni Eropa mengecam insiden diracunnya Skripal dan putrinya di Inggris.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris, Boris Johnson, dalam pertemuan dengan para Menlu Uni Eropa menyebut penyangkalan Rusia sebagai hal absurd. "Hidup banyak orang terancam oleh aksi ilegal dan sembrono ini," demikian pernyataan gabungan para Menlu Uni Eropa di Brussels, Belgia. Johnson memberikan penjelasan kepada Uni Eropa soal penyelidikan kasus Skripal.
Tanpa terang-terangan menyalahkan atau mengancam akan menindak tegas Rusia, para Menlu Uni Eropa menyerukan Rusia segera menjawab pertanyaan-pertanyaan Inggris soal program gas saraf Novichok. Gas saraf level militer ini berasal dari era Uni Soviet dan banyak dibuat sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an silam.
Inggris telah menuding Rusia sengaja menimbun gas saraf itu. Rusia langsung membantahnya. Ditegaskan Johnson bahwa banyak negara Uni Eropa yang menjadi korban 'perilaku buruk Rusia' dan menyatakan Rusia 'tidak akan bisa membodohi siapapun lagi'.
Rencananya, Perdana Menteri Inggris Theresa May dan para pemimpin Uni Eropa akan membahas kasus ini di Brussels pada Kamis (22/3) malam mendatang.dtc