Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Kuala Lumpur. Tokoh oposisi yang juga Perdana Menteri Malaysia terlama, Mahathir Mohamad, mengkritik keputusan Komisi Pemilihan Umum Malaysia untuk menggelar pemilu pada tengah minggu. Mahathir menyebut pemilu Malaysia biasa digelar pada 'hari libur'.
"Biasanya digelar pada hari libur," ucap Mahathir dalam konferensi pers, seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (10/4/2018). "Saya pikir kita tak bisa mencegah orang-orang ikut serta dalam pemilu -- itu hak mereka," imbuh Mahathir.
Pada Selasa (10/4) ini, Komisi Pemilihan Umum atau EC Malaysia mengumumkan tanggal pelaksanaan pemungutan suara yakni pada 9 Mei mendatang, yang jatuh pada hari Rabu. Dengan digelar pada tengah minggu atau pada hari Rabu (9/5) mendatang, ada kekhawatiran bahwa jumlah pemilih akan sangat rendah.
Pemilu tidak diwajibkan di Malaysia, meskipun Undang-Undang Pemilu menyatakan bahwa para atasan di Malaysia harus memberikan waktu kepada para pegawai mereka untuk memilih tanpa memotong upah mereka. Para pemilih yang ada di luar negeri juga harus cuti atau meluangkan waktu khusus jika ingin pulang ke Malaysia untuk memilih di wilayah mereka.
"Saya pikir untuk warga desa, mereka bisa ikut (pemilu), tapi orang-orang yang bekerja, mereka akan kesulitan datang untuk memilih," tutur Mahathir yang ikut mencalonkan diri sebagai politikus oposisi dalam pemilu mendatang.
"Kita memiliki sekitar 500 ribu pekerja di Singapura. Jadi orang-orang ini harus memilih tapi sekarang mereka kehilangan hak mereka untuk memilih, baik untuk pemerintah atau untuk kami," imbuhnya.
Kritikan juga datang dari kelompok reformasi Bersih yang beberapa kali menggelar unjuk rasa memprotes pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak.
"Orang-orang yang harus 'balik kampung' untuk memilih akan merasa dirugikan, khususnya orang-orang yang harus pulang ke Sabah atau Sarawak dari Semenanjung dan sebaliknya. Kita sekarang bisa berharap melihat jumlah pemilih lebih rendah dan kesulitan bagi seluruh pemilih," tegas kelompok Bersih.
Kelompok Bersih menyerukan agar pemerintah federal Malaysia menyatakan tanggal 9 Mei sebagai hari libur nasional. Mereka juga meminta pemerintah daerah untuk menetapkan sehari sebelum atau sehari setelah hari pemungutan suara sebagai hari libur. "Jika ini tidak dilakukan, seluruh atasan seharusnya mengizinkan cuti tak tercatat selama dua hari untuk semua pemilih," imbuh kelompok Bersih dalam pernyataannya.
Menanggapi kritikan ini, koalisi Barisan Nasional (BN) yang dipimpin PM Najib memberikan tanggapan. Menteri Komunikasi dan Multimedia dari koalisi BN, Salleh Said Keruak, menuturkan kepada Channel News Asia bahwa tanggal pelaksanaan pemilu yang telah diputuskan haruslah dihormati.
"Ini merupakan keputusan Komisi Pemilu -- sebuah badan independen -- dan kita harus menghormatinya. Tentu mereka telah mempertimbangkan seluruh faktor sebelum memutuskan tanggal ini," ujarnya. (dtc)