Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Kota Serang. Warga Baduy sedang menjalani ritual Seba, yang intinya warga keluar dari kampung untuk menyambung silaturahmi antara warga Baduy dengan pemerintah. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah mengunjungi museum.
Setahun sekali, dalam ritual Seba, mereka khususnya para baris kolot (orang tua) masyarakat adat Banten mengecek titipan sejarah di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
Beberapa artefak peninggalan baik sejak sebelum dan saat kesultanan Banten mereka periksa satu-persatu. Begitu datang, mereka memperhatikan sekilas posisi meriam Ki Amuk yang terletak di luar gedung museum, memperhatikan arca, senjata tradisional yang berkembang tempo dulu jenis golok, klewang, keris, dan fragmen kapal masa Banten menjadi jalur rempah dan lada.
Kedatangan warga Baduy ke museum dipimpin oleh Jaro Tanggungan 12 Saidi Putra. Ada juga Jaro Saija sebagai pemangku jabatan kepala desa adat yang tugasnya berurusan dengan pemerintah resmi. Ada ritual yang dilakukan sesaat setelah mengecek benda purbakala tersebut.
Selesai ritual, mereka kemudian satu-persatu memakan sirih. Ada campuran sejenis kapur dan rempah yang membuat gigi terlihat merah.
Saat ke museum ini, mereka juga begitu tertarik dengan satu meriam diperkirakan masa kesultanan Banten. Nama meriam ini tidak disebutkan spesifik. Memiliki ukuran jauh lebih kecil dari meriam Ki Amuk yang dipajang di halaman depan museum.
Di atas meriam itu sendiri terdapat keterangan bahwa saat masa kesultanan, Banten memiliki nama-nama meriam yang diambil dari bahasa lokal. Ada meriam Ki Kalantaka, Ki Urangayu, Ki Jajaka Tua, Ki Jimat.
Warga Baduy yang berkumpul ke meriam ini juga saling antri untuk memegang ujung meriam. Mereka terlihat menggenggamkan meriam dengan cara masing-masing jari tengah dan jempol bersentuhan. Ada yang pas dan ada juga yang tidak bisa menggenggam.
Jaro Saija yang ditanya soal ini enggan bercerita banyak kenapa mereka begitu tertarik pada meriam ini. Tapi, memang ada tujuan maksud khusus kenapa mereka harus memegang meriam tersebut.
Ia sendiri mengatakan, kewajiban adat setahun sekali ke museum kepurbakalaan di kawasan Banten Lama adalah rangkaian dari Seba. Selain mengecek jika ada kerusakan, ada ritual yang dilakukan supaya masyarakat aman dan tentram.
"Sebetulnya kalau ke sini itu kan yang setahun sekali wajib nempo (mengecek/melihat) takut yang ada kerusakan. Kedua harus ada ritual upacaranya beberes, takut ada keresahan masyarakat, supaya masyarakat tentrem, nyaman," katanya saat berbincang dengan detikcom, Kota Serang, Banten, Sabtu (21/4/2018).
Segala benda di museum ini menurutnya adalah titipan. Selain harus diperiksa, juga harus diawasi keberadaanya. Karena menurutnya, prinsip Baduy adalah jika gunung dilebur dan lembah dirusak, maka akan ada bencana di mana-mana. Begitu juga dengan benda-benda titipan dari masa lalu.
"Itu bisa bencana dan lain-lain kalau tidak dijaga," ujarnya. (dtc)