Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Psikolog Irna Minauli dari Minauli Consulting mengatakan, jumlah penderita epilepsi (ayan) di Indonesia tergolong masih cukup tinggi. Saat ini penduduk Indonesia yang menderita epilepsi diperkirakan mencapai 1,5 juta hingga 2,4 juta orang. Sehingga, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng.
Namun, kata Irna kepada medanbisnisdaily.com, di Medan, Selasa (8/5/2018), epilepsi merupakan gangguan fisik, bukan gangguan kejiwaan.
Meski, lanjutnya, pada zaman dahulu, ketika dirinya kuliah di Universitas Padjajaran, Bandung tahun 1980-an, dalam buku panduan diagnosis klinis, epilepsi dikategorikan sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman orang tentang epilepsi.
"Akan tetapi, sejalan dengan berkembangnya teknologi, khususnya yang berkaitan dengan alat pemindai (scanning) otak maka kemudian diketahui bahwa penyebab terjadinya epilepsi bersifat fisik dan tidak ada kaitannya dengan masalah gangguan jiwa," ujarnya.
Dijelaskan Irna, Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum.
Kejang fokal, lanjutnya, terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum.
"Penderita epilepsi mengalami gangguan dalam aliran listrik dalam otaknya sehingga mereka mengalami reaksi kejang-kejang dan tidak sadarkan diri," katanya.
Ia menambahkan, terdapat dua jenis epilepsi, yaitu petit mal dan grand mal. Pada petit mal, gangguan terjadi dalam waktu yang sangat singkat sehingga sering tidak disadari oleh orang di sekitarnya.
Sedangkan pada jenis grand mal, gangguan lebih kentara dan berlangsung cukup lama, sekitar 5-15 menit.
"Para penderita epilepsi biasanya akan memiliki isyarat tertentu ketika serangan akan muncul. Misalnya ada yang seolah mencium bau sangit seperti bau kecoa," ungkapnya.
Setiap orang, kata Irna, memiliki gejala yang berbeda. Dengan memahami gejala ini maka biasanya penderita sudah bisa mengantisipasi terjadinya serangan sehingga bisa mempersiapkan diri agar terhindar dari benturan ketika akan jatuh.
"Karena itu dibutuhkan perawatan yang tepat. Dengan begitu, biasanya si pasien dapat mengendalikan jika terjadinya serangan epilepsi ini," tukasnya.