Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tak setuju dengan wacana pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Ada beberapa catatan KontraS sehingga mereka tak setuju dengan pelibatan TNI.
Catatan tersebut disampaikan Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia KontraS Arif Nur Fikri dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa Dengan UU Terorisme?', di kantor PP Persatuan Mahasiswa Katolik RI, Jalan Dr Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5).
"Kita ada garis pemisah dalam undang-undang (UU), baik itu UU TNI maupun UU Kepolisian. Kita tahu bahwa polisi memiliki fungsi sebagai penegak hukum, sementara TNI jelas dalam keamanan (negara), bukan sebagai penegak hukum," kata Arif.
Arif juga menjabarkan beberapa kasus penyiksaan di mana TNI menjadi sorotan. Kasus pertama penyiksaan terhadap La Gode di Taliabu, Maluku Utara, lalu Isak di Kimaam, Merauke.
KontraS memang memberi perhatian terhadap dua kasus tersebut. Mereka menilai penanganan dua kasus tersebut lamban.
"Saya mau contoh beberapa kasus yang didalami oleh Kontras, konteksnya penegakan hukum yang dilakukan oleh TNI. Bagaimana kasus di Tali Abu, Merauke. Ada warga yang disiksa oleh oknum anggota TNI," ujar dia.
"Nah, dari dua kasus itu, saya mau katakan ketika TNI diberikan kewenangan melakukan proses penegakan hukum, itu ada dampak signifikan," imbuh dia.
Namun, jika TNI sampai dilibatkan dalam pemberantasan terorisme KontraS memandang harus ada aturan hukum yang mengaturnya. Aturan hukum dimaksud tidak cukup hanya UU Terorisme.
"Maka sudah sepatutnya ketika TNI dimasukkan dalam pasal dalam draf RUU Terorisme harus ada peraturan turunannya yang setidaknya menjelaskan apa yang bisa dilakukan oleh TNI," terang Arif.
Sebenarnya keterlibatan TNI dalam melawan terorisme sudah ada dalam UU TNI No 34 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia mengatur soal tugas TNI. Pada ayat 2 Undang-Undang tersebut diatur bahwa tugas pokok TNI ada dua yakni operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Salah satu operasi militer selain perang yakni mengatasi aksi terorisme.
Undang-undang ini memungkinkan pembentukan Koopsusgab TNI yang merupakan pasukan 'super elite' TNI untuk menanggulangi terorisme. Namun pengaktifan pasukan ini juga menuai kontroversi.(dtc)