Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Masuknya pasal korupsi dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dianggap akan mencabut kewenangan pemberantasan korupsi yang dimiliki KPK. Pemerintah dan DPR diminta memperkuat UU Tipikor saja, bukan malah memasukkan pasal korupsi dalam RKUHP.
"Harusnya, UU Tipikor nomor 31 tahun 1999 jo tahun 2001 itu yang ditambah pidana materiil, yang sebelumnya diatur di KUHP dimaksukan UU Tipikor gitu," kata aktivis Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, Hifdzil Alim, Rabu (6/6).
Hifdzil menjelaskan salah satu mengenai penanganan kasus korupsi yang perlu diperkuat adalah korupsi oleh pihak swasta. Menurutnya, selama ini KPK belum memiliki kewenangan untuk menindak langsung korupsi yang dilakukan pihak swasta.
"Nah di UU KPK itu belum diberi wewenang untuk itu, untuk memeriksa kejahatan ke swasta. Yang ada selama ini adalah tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelengara negara terus di dalamnya itu ada swasta, nah ketika di dalamnya ada swasta itu baru KPK memeriksa tapi ada kaitannya. Kalau ada korupsi di swasta KPK itu belum memiliki wewenang," ujarnya.
Untuk diketahui, KPK terancam tidak bisa lagi melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait kasus tipikor apabila RKUHP disahkan. Kewenangan KPK tercantum dalam UU KPK yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor (dan bukan dalam KUHP). Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya kejaksaan dan kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi. Pada akhirnya KPK diyakini hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi.
Tidak hanya KPK, akan tetapi Pengadilan Tipikor pun terancam keberadaannya. Selama ini Pengadilan Tipikor hanya memeriksa dan mengadili kejahatan yang diatur dalam UU Tipikor. Maka jika R-KUHP ini disahkan kejahatan korupsi akan kembali diperiksa dan diadili Pengadilan Negeri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada masa lalu Pengadilan Negeri kerap memberikan vonis ringan bahkan tidak jarang membebaskan pelaku korupsi.
Kembali ke Hifdzil, dia menilai hal tersebut penguatan UU Tipikor itu yang semestinya perlu diperhatika,n bukan malah memasukan pasal korupsi ke RKUHP. Sebab, jika pasal UU Tipikor dimasukan ke RKUHP akan melemahkan KPK dalam penindakan kasus korupsi.
"Bukan memasukan ke RKUHP karena nanti kewenangan KPk tidak sampai ke situ. Nanti kan yang ngurus kepolisian dan kejaksaan karena yang memiliki kewenangan. KPK akan lemah dalam penanganan korupsi," ucapnya.
Hifdzil juga meragukan jika penanganan kasus korupsi itu dilakukan lembaga selain KPK. Sebab selama ini, KPK dinilai satu-satu lembaga yang memiliki track record bagus dalam penindakan kasus korupsi.
"Kan saat ini yang punya track record bagus mengurus korupsikan. Kemudian kalau di KPK nggak diatur, kalau ada di sektor swasta siapa yang akan memeriksa, kan penegak yang lain kan. Pertanyaan seyakin apa kita ke lembaga lain kalau itu diperlakukan dalam waktu dekat UU itu," terangnya. (dtc)