Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Dunia menantikan langkah pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakhiri konflik soal senjata nuklir di Semenanjung Korea. Ternyata langkah Indonesia juga sama-sama dinantikan untuk mengakhiri bahaya senjata nuklir dunia.
Juru Kampanye Kelompok Internasional untuk Pemusnahan Senjata Nuklir (ICAN), Muhadi Sugiono, mendorong agar Indonesia segera meratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir alias TPNW (Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons), yang sudah ditandatangani Indonesia.
"Indonesia memang sudah menandatangani TPNW, tapi sampai sekarang Indonesia belum meratifikasinya," kata Muhadi , Senin (11/6).
TPNW diadopsi oleh PBB pada 7 Juli 2017. Hingga kini sudah ada 59 negara yang menandatangani TPNW. Namun tidak semua dari 59 negara yang menandatangani TPNW meratifikasi traktat itu ke dalam undang-undang negara yang bersangkutan.
"Sampai sekarang baru 10 negara yang meratifikasi TPNW," kata Muhadi. 10 Negara itu adalah Austria, Kuba, Guyana, Tahta Suci Roma, Meksiko, Palau, Palestina, Thailand, Venezuela, dan Vietnam.
Langkah Indonesia diharapkan dalam mengakhiri ketegangan yang berkaitan dengan senjata nuklir, soalnya kini Indonesia sudah terpilih lagi menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Indonesia juga merupakan negara terkemuka di kawasan Asia Tenggara.
"Kalau Indonesia meratifikasi TPNW, maka tentu itu akan menimbulkan dampak yang signifikan. Indonesia adalah pimpinan di negara-negara ASEAN dan negara non-blok. Ini akan menjadi dorongan bagi negara lain untuk melakukan hal yang sama," kata dia.
TPNW adalah traktat terbaru yang dinilai lebih adil ketimbang Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT/Nuclear Non-Proliferation Treaty) yang menguntungkan negara pemilik senjata nuklir, termasuk Amerika Serikat. TPNW menjadi traktat yang paling komprehensif melintasi perkubuan politik internasional.
Namun TPNW belum memiliki cukup kekuatan untuk menjadi hukum internasional, soalnya syarat ratifikasi dari minimal 50 negara belum terpenuhi, meski 59 negara telah menandatangani. Tepat di titik inilah pengaruh Indonesia di dunia internasional turut dinantikan supaya negara-negara lain juga ikut meratifikasi TPNW.
ICAN (The International Campaign to Abolish Nuclear Weapons) merupakan organisasi yang meraih Nobel Perdamaian pada 2017 kemarin, karena dianggap berperan besar dalam menyukseskan perjanjian anti-senjata nuklir global.
Menyambut rencana pertemuan Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura, ICAN mendesak agar Korea Utara dan juga Korea Selatan sama-sama meratifikasi TPNW. Ada lima sikap ICAN soal ini.
Pertama, Korea Utara dan Korea Selatan harus mengakui risiko penggunaan nuklir terhadap kemanusiaan. Kedua, menolak senjata nuklir dengan bergabung dan meratifikasi TPNW. Ketiga, melucuti senjata nuklir dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Keempat, meratifikasi, CTBT (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty) atau Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir. Kelima, Korea Utara perlu bergabung kembali dengan NPT dan berkomitmen untuk perlucutan senjata nuklir.
Ketegangan hingga perdamaian soal senjata nuklir di Semenanjung Korea, menurut Muhadi, berpengaruh ke suasana geopolitik di Asia Timur. Lebih luas lagi, ada AS pula yang juga punya hubungan dengan Cina, satu negara besar di Asia Timur. Secara tidak langsung, kondisi itu juga bakal memengaruhi Indonesia.
"Krisis Korea Utara kan sebenarnya adalah 'war by proxy' antara negara-negara besar. Kalau krisis itu mereda, hubungan AS-Cina di kawasan mungkin juga akan lebih kondusif," kata Muhadi yang juga dosen Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.. (dtc)