Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) Wilayah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) fokus kepada wanita sebagai sasaran penerima kesehatan, agar terwujudnya pembangunan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Hal ini dikarenakan, wanita berperan dalam keluarga untuk menciptakan anak tumbuh sehat sampai hingga dewasa sebagai generasi muda.
"Perhatian terhadap wanita seyogyanya harus dimaksimalkan, khususnya Kesehatan Reproduksi (Kespro) dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)," kata Kepala Perwakilan BKKBN Sumut, Temazaro Zega, dalam Seminar Kesehatan Reproduksi Zaman Now yang digelar di Gedung Bina Graha Pemerintah Provinsi Sumut oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) Sumut dalam rangka peringatan Hari Keluarga Nasional ke XXV, Kamis (12/7/2018).
Temazaro dalam paparannya menyebutkan, di Tahun 2010, jumlah pendudukan Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, Sumut ada 13.028.700 jiwa. Di tahun 2020 diproyeksi jumlah penduduk Indonesia menjadi 271.066.400 jiwa dan Sumut berjumlah 14.703.500 jiwa.
"Jadi ada laju pertumbuhan penduduk dengan presentasi 1,24% per tahun dan rasion jenis kelamin 1,01%. Jika tidak mampu kita kendalikan, maka yang terjadi adalah bertambahnya angka anak putus sekolah, pengangguran, pencemaran lingkungan,kerusuhan dan kemiskinan," katanya.
Berbicara apakah masalah ledakan pendudukan juga terjadi di Sumut, Temazaro menguraikan di tahun 2011 ada 13.103.596 jiwa, meningkat di 2014 sebesar 13.766.851 jiwa sementara di tahun 2017 sebesar 14.262.147.
"Sehingga jawabannya ya. Dari total penduduk di tahun 2017, angka usia produktif sebanyak 9.149.649 jiwa, sementara usia non produktif sebesar 5.112.498 jiwa. Bila dihitung, angka Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahirannya adalah 2,9%," terangnya.
Singkatnya, tantangan kultur budaya masyarakat di Sumut sehingga angka TFR masih jauh di atas angka TFR rata-rata nasional 2,1%. Angka kelahiran yang paling tinggi, katanya terjadi di masyarakat daerah gunung, seperti Simalungun, Tapanuli Utara (Taput) bahkan sampai ke Nias.
Begitupun, lanjutnya, pada dasarnya permintaan alkon KB cukup tinggi, tapi kebanyakan warga baru mau ber KB setelah anaknya 11. "Kenapa, karena masalah kultur budaya, kebanyakan orang Sumut apalagi yang bermarga mau anak laki-laki. Itulah yang menyebabkan angka kelahiran tinggi," ungkapnya.
Dikatakannya, program pengendalian kependudukan ada program di hulu. Sehingga, kalau program ini tidak berhasil akan berpengaruh pada program pembangunan. "Karena tingkat perekonomiam bergantung juga pada jumlah penduduk," ungkapnya.
Ia menambahkan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi menyadari masalah populasi sangat perlu dikendalikan, karena berefek pada peningkatan ekonomi pula. "Jadi bagaimana mensejahterakan kehidupan masyarakat keluarga. Dia mengatakan, Tiongkok, negara dengan jumlah penduduk terbesar dulunya mendenda pasangan suami istri yang melebihi anak lebih dari satu yakni denda 3 tahun gaji oleh polisi one child dan bila tidak sanggup bayar malah dipenjara," bebernya.
Untuk itu, kata Temazaro, saat ini BKKBN sedang fokus pada Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang arah kebijakan dan strategi pembangunan kependudukan dan KB diantaranya penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai.
Sementara itu, terkait Kespro, dr Beni menyebutkan, kebanyakan masalah kesehatan reproruksi terjadi akibat hubungan bebas remaja. Berdasarkan data yang dia dapat, 80% hubungan intim si anak terjadi di rumah.
"Kenapa, karena rumahnya kosong. Nah makanya perlu pendidikan karakter keluarga. Sekolah terbaik bagi anak adalah keluarganya, madrasah terbaik bagi keluarga ada orangtuanya," ungkap dr Beni.
Ia menerangkan pentingnya menjaga Kespro. Dari perspektif kesehatan dengan menjaga Kespro relevansinya ada pada kesehatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk PMS dan HIV/AIDS.
"Sementara itu dari sudut pandang KB menjaga kesehatan organ reproduksi adalah untuk pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan Infertilitas (mandul) dan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Simpelnya, keluarga yang bahagia adalah keluarga yang sehat mulai dari orangtuanya dan anak-anaknya," terang Beni.
Sedangkan, Sri Rahayu Sanusi, dalam paparannya mengatakan, dampak overpopulasi relevansinya pada sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan pendudukan sudah tentu berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan SDA. "Padahal, SDA itu ada batasannya. Bagaimana caranya ya itu dilakukan pengendalian populasi dengan Program KB," katanya.
Begitupun, menurutnya ada stigma yang harus diputus. Suami juga harus ikut berperan dalam menjaga kesehatan istri. "Artinya, bila si istri tidak mampu untuk memakai alkon KB, suami lah yang menggunakan. Tujuannya agar angka kelahiran diatur, ibu sehat, lahir keluarga yang sejahtera. Karena padadasarnya peningkatan jumlah anggota keluarga pasti dibarengi peningkatan biaya hidup, seperti kebutuhan makanan dan pendidikan," pungkansya.