Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Empat agen First Travel mendatangi Kejaksaan Agung. Mereka menanyakan aset-aset yang seharusnya jadi hak jemaah umrah.
Salah satunya Dewi Gustiana, yang merupakan pelapor kasus First Travel ke Bareskrim. Dewi dan rekannya hari ini diterima Heri Jerman, tim jaksa dalam perkara First Travel di PN Depok.
"Kita menindaklanjuti pertemuan dengan Komisi III dengan Jaksa Agung, Jaksa Agung kemudian memberikan waktu untuk kita menanyakan atau berdiskusi dengan Jampidum. Tapi Jampidum memang janjinya pagi, kami bisanya siang, ternyata masih sibuk. Akhirnya ditemuin dengan ketua tim (jaksa di) persidangan," kata Dewi di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (19/7/2018).
Dalam pertemuan, pihaknya mempertanyakan soal aset yang penjelasan resminya belum ada sejak tuntutan hingga putusan. Padahal aset itu seharusnya bisa digunakan untuk membantu pengembalian dana jemaah umrah yang sudah disetorkan.
"Kami hanya dapat kecil, nominalnya hanya Rp 25 miliar. Pak Heri Jerman menjelaskan bahwa itu karena ada pihak lain yang bisa menunjukkan bukti utang-piutang," ujarnya.
Dewi lalu menanyakan bukti besaran dan kapan bos First Travel mulai berutang. Sebab, di pengadilan, fakta ini menurutnya tidak terungkap.
"Tadi ditunjukkanlah akta jual-beli, dan kami agak kaget, akta jual-belinya itu tanggal 10 Agustus 2017. Sementara Anniesa-Andika itu ditangkap tanggal 8 Agustus 2017," ujarnya.
Jadi, lanjut Dewi, akta jual-beli itu dibuat ketika Anniesa dan Andhika sudah berada di tahanan Bareskrim. Jika memang ada ketika sudah ditahan Bareskrim, Dewi mempertanyakan alasan barang bukti itu tetap dibawa ke pengadilan.
"Tadi disebutkan sifatnya pinjaman, kami juga nggak ngerti. Kenapa ini dalam tanda kutip, ketika dia ditahan ada justru akta jual-beli, antara Andika-Anniesa dengan pihak lain dengan Umar. Sehingga pihak kejaksaan menyerahkan sebagian aset yang harusnya dikembalikan kepada jemaah malah ke pihak lain, pihak ketiga, yang vendor disebutkan ada punya utang," tuturnya.
"Ini yang akan kami minta penjelasan lebih dalam lagi, kebetulan kuasa hukum kami tidak hadir, nanti akan kami diskusikan dengan dia, ini ke mana. Kami akan tetap menuntut ini," imbuhnya.
Soal putusan First Travel ini, Dewi menyebut pihak terdakwa dan jaksa masih mengajukan banding. Andika mengajukan permohonan banding terhadap hukumannya.
"Tapi kalau pihak kejaksaan banding terhadap tuntutannya. Jadi mereka dalam tuntutannya itu pengelolaan aset itu diserahkan ke kami, selaku wadah pengurus pengelolaan aset korban FT. Tapi kami menolak. Karena ya asetnya kecil hanya sekitar Rp 25 miliar, jumlah jemaah 63 ribu, kalau dibagi kan hanya Rp 200 ribu, kami bisa jadi korban lagi, bukannya senang tapi justru susah dikejar jemaah," terang dia.
"Karena ini yang kami diskusikan lagi, kalau memang hak jemaah kembalikan lah ke jemaah. Kalau memang Andika punya hutang ke Pak Umar, kapan itu, tunjukkanlah. Ternyata dalam aktanya ya itu, masih ketika dia diperiksa di Bareskrim," imbuh Dewi. dtc