Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Masyarakat Sigapiton, Ajibata, Toba Samosir (Tobasa) meminta agar tanah adat mereka dikembalikan. Hal itu disampaikan dalam dialog bersama perwakilan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Pemkab Tobasa dan DPRD Tobasa, di Sosor Baringin, Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Tobasa, Rabu, (15/8/2018).
Dalam siaran pers yang diterima medanbisnisdaily.com, Jumat (17/8/2018) dijelaskan, dialog tersebut digagas oleh Bius Raja Paropat Sigapiton yang terdiri dari Marga Sirait, Butar-Butar, Manurung, Nadapdap dan marga nahinela.
Pada pertemuan tersebut, masyarakat adat Raja Paropat menegaskan bahwa mereka menyambut baik program pembangunan pariwisata, namun persoalan utama mereka saat ini adalah status kepemilikan tanah. Di mana ada klaim negara bahwa sebagian besar wilayah adat mereka masuk dalam kawasan hutan lindung. Oleh karena itu mereka memohon agar hal yang paling penting diselesaikan terlebih dahulu adalah persoalan tanah adat mereka agar segera dikeluarkan dari kawasan hutan.
Hal ini diungkapkan Op Melita Sirait sebagai perwakilan Raja Bius Paropat Sigapiton. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada gunanya membicarakan program wisata lainnya yang akan dikembangkan di wilayah adat mereka jika status kepemilikan tanah mereka belum jelas.
Mereka selama ini tidak mengetahui jika wilayah adat mereka masuk dalam kawasan hutan dan mereka tidak pernah menyerahkan wilayah adat Sigapiton kepada pihak kehutanan. Sehingga dalam dialog tersebut Raja Bius Raja paropat meminta kepada BPODT supaya juga memperhatikan persoalan tersebut jika ingin menyejahterakan masyarakat Sigapiton.
Menganggapi permohonan Raja Bius, Basar Simanjuntak yang mewakili BPODT memohon maaf bahwa persoalan tanah bukanlah wewenang BPOPDT. Oleh karena itu yang bisa disampaikan dalam dialog ini adalah tentang program-program pariwisata yang akan dilakukan di Sigapiton. BPODT memiliki peran untuk mensejahterakan masyarakat melalui program-program pengembangan pariwisata.
“Jika program ini berjalan, kita semuanya meningkat kesejahteraannya, sejahtera itu ada ukurannya, lebih gampang menyekolahkan anak, lebih gampang membeli makan, bajunya lebih bagus, rumahnya lebih bagus dan perlahan-lahan hidup kita meningkatkan kesejahteraannya. Ini bukan hanya di Sumatra saja ini ada di beberapa tempat, ada di Meat, Sibandang dan di tempat-tempat lainnya”, ujarnya.
Tata Ridwanullah, Direktur Destinasi Wisata BPODT juga menjelaskan bahwa pembangunan pariwisata Danau Toba akan dilakukan bersama-sama masyarakat. Tidak hanya pembangunan fisik tetapi juga Sumber Daya Manusia (SDM). Danau Toba menjadi salah satu dari empat super prioritas program pengembangan pariwisata di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat harus disiapkan untuk terlibat dalam pembangunan tersebut, untuk mendukung amenitas, aksesibilitas dan atraksi yang menjadi unsur penting pariwisata.
“Untuk amenitas nantinya peran masyarakat sangat penting. Karena BPODT akan membangun hotel dan resort, supaya petani masyarakat bisa mensuply hasil pertanian ke pengelola resort. Dalam pembangunan juga akan melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja yang tentunya harus tetap diseleksi. Mari kita ikuti saja prosesnya.
Tata menegaskan kembali bahwa persoalan lahan bukan domain BPOPDT, salah satu tugas mereka mendatangkan wisatawan yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, paparnya.
Apron Sirait, anggota DPRD Toba Samosir, menjelaskan bahwa pembangunan di Sigapiton harus benar-benar melibatkan tokoh adat dan juga mengingatkan agar kepala desa juga melibatkan masyarakat lainnya tidak hanya tunduk pada atasannya. Sebagai putra daerah Sigapiton, dia juga berharap masyarakat tetap bersatu memajukan Desa Sigapiton.
Direktur KSPPM Delima Silalahi yang mendampingi masyarakat adat Sigapiton, meminta agar BPODT lebih transparan menjalankan program-programnya, khususnya terkait dampak lingkungan yang akan terjadi ke depan jika pembangunan di areal zona otoritatif Danau toba dilaksanakan.
Sampai saat ini dokumen AMDAL mereka juga sangat sulit diakses. Hal lain yang penting dilakukan adalah bagaimana BPODT juga mampu merespon dan terlibat dalam penyelesaian konflik kepemilikan tanah adat dan sumber daya alamnya sebagai persoalan utama di Sigapiton secara khusus dan desa-desa lainnya di kawasan Danau Toba.
Hal senada disampaikan oleh Rocky Pasaribu, Staf Studi dan Advokasi KSPPM, bahwa BPODT sebagai perwakilan negara jika memiliki niat baik membangun masyarakat Sigapiton bisa menggunakan kewenangan menghadirkan pihak Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk membantu masyarakat adat Raja Paropat Sigapiton menyelesaikan konflik yang ada.
Di penghujung acara, perwakilan Raja Paropat, Butar-butar, Sirait, Manurung dan Nadapdap juga mendesak BPODT agar segera memfasilitasi pertemuan dengan KLHK untuk menyelesaikan konflik tanah adat mereka.