Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut terdapat perbedaan harga yang cukup jauh antara benih bawang merah umbi dan bawang konsumsi. Selain itu harga bawang juga cenderung fluktuatif yang diakibatkan terdapat suatu pola linear antara bawang konsumsi dan benih.
Pola yang dimaksud adalah ketika harga bawang konsumsi mahal, maka benih pun akan ikut dijual mahal. Untuk mengatasi hal tersebut, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mendorong petani bawang untuk menanam dari biji demi mengendalikan harga bawang agar tidak fluktuatif.
Saat ini, harga bawang merah yang berfluktuatif disebabkan terbatasnya umbi benih bawang merah berkualitas. Harga benih bawang merah biasanya maksimal 1,5 kali harga bawang merah konsumsi. Ini terjadi karena adanya penyusutan bobot selama di gudang sekitar 25 persen serta faktor biaya penyimpanan dan pemeliharaan selama di gudang.
"Menyikapi hal ini, sejak 5 tahun yang lalu, Kementerian Pertanian sudah mulai memperkenalkan benih bawang merah asal biji. Namun untuk mengubah kebiasaan petani menanam benih umbi membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini disebabkan persemaian benih biji membutuhkan waktu 6 minggu, yang kemudian ditanam selama 2 bulan," kata Direktur Jenderal Hortikultura Suwandi dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/9/2018).
Suwandi menjelaskan, menanam bawang merah dengan benih biji dapat membuat biaya usaha tani menjadi lebih murah. Sebab hanya membutuhkan 4 kg benih untuk pertanaman di lahan seluas 1 hektar dengan harga benih Rp 6 juta per hektar. Jika dibandingkan dengan benih umbi yang harganya mencapai Rp 35 ribu per kg dan membutuhkan benih sebanyak 1,2 ton per hektar. Tentu lebih menguntungkan jika petani menggunakan benih yang berasal dari biji.
"Biaya benih umbi mencapai 50% dari biaya usaha tani. Sehingga bila menggunakan benih biji maka biaya usaha tani menjadi lebih murah dan harga bawang merah konsumsi menjadi lebih murah," jelasnya.
Menurutnya, dengan menggunakan benih biji bawang petani akan mendapatkan tiga keuntungan. Pertama, biaya transportasi lebih murah karena berbentuk biji. Selanjutnya, benih bisa lebih lama disimpan dalam gudang penyimpanan (maksimal dua tahun) selama tidak terkena sinar matahari. Padahal dengan sistem konvensional, umbi hanya bisa disimpan antara 2 hingga 4 bulan.
"Terakhir, biaya produksi jika bawang merah dipanen dalam bentuk bawang siap konsumsi menjadi lebih rendah. Jika menggunakan sistem konvensional setiap hektar lahan memerlukan sekitar 1,5 ton umbi dengan biaya di kisaran Rp 45 juta. Sedangkan jika menggunakan metode pindah tanam hanya memerlukan 5 kg benih dengan biaya sekitar Rp 10 juta," terangnya.
Lebih lanjut, pada awal 2018 Direktorat Jenderal Hortikultura memberikan benih bawang merah biji kepada petani di Kabupaten Nunukan. Meskipun hasil panen belum maksimal, Ditjen Hortikultura ingin memaksimalkan keinginan petani untuk menanam bawang merah biji dan akan memfasilitasi benih untuk petani di Nunukan walaupun jumlahnya tidak besar.
Saat ini varietas yang telah terdaftar adalah Bima Brebes, Sanren, Tuktuk, Lokananta, TSS Agrihorti 1, TSS Agrihorti 2. Keterlibatan produsen untuk penyediaan benih bawang merah biji sangat dibutuhkan.
"Kita harus bisa memutus mata rantai antara benih umbi dengan konsumsi, karena kalau harga bawang mahal, pasti benih umbi juga mahal. Jadi kalau benih biji cukup tidak ada keterkaitan antara harga benih umbi dengan umbi konsumsi. Keberhasilan ini tentunya peluang penyediaan benih biji dengan harga lebih murah dengan kualitas yang baik sehingga produktivitas kita lebih tinggi," tutur Suwandi.
Dia juga menegaskan, untuk mengatasi harga benih yang mahal pada bulan-bulan tertentu pemerintah telah menumbuhkan penangkar benih di semua sentra bawang merah. Sehingga semua sentra dapat mandiri benih di lokasi masing-masing.
"Hal ini mengurangi kebergantungan benih dari Kabupaten Brebes, Cirebon, dan sentra lainnya di Pulau Jawa," katanya.
Perlu diketahui, pemerintah melihat potensi besar di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara untuk penanaman bawang merah. Petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Nunukan, Sambio mengatakan bahwa pada 2017 hasil panen bawang merah dari biji sebanyak 9 ton/hektar untuk varietas Tuktuk. Hasil ini memang masih jauh dari hasil panen bawang merah umbi yang bisa mencapai 15 ton, namun untuk hasil awal, ini sudah merupakan prestasi yang bagus.
Selain itu, pada awal pertanaman benih bawang merah biji 2017, salah seorang petani dari Nunukan, Asdar mengungkapkan hanya berhasil panen sebanyak 3 ton. Meskipun demikian dia tidak putus asa dan menanam kembali sehingga mampu berproduksi di angka 9 ton/hektar.(dtf)