Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir terus mengalami tekanan dari dolar AS. Bank Indonesia (BI) menyebut tekanan ini terjadi karena faktor eksternal. Sejumlah kalangan menyebut jika kondisi ini menuju ke arah krisis seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998.
Nilai dolar AS berdasarkan perdagangan Reuters pukul 16.00 WIB tercatat Rp 14.874. Kemudian dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) tercatat Rp 14.835.
Direktur Eksekutif Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi menjelaskan saat ini kebanyakan orang masih melihat perkembangan nilai tukar sebagai indikator krisis.
Doddy menjelaskan nilai tukar itu adalah salah satu contoh indikator ekonomi, nilai tukar ini harga relatif yang tidak bisa dilihat pada suatu angka tertentu karena nilai tukar memiliki nilai absolut.
"Misalnya begini, angka Rp 15.000 sekarang dan Rp 15.000 20 tahun lalu itu berbeda. Begitupun ke depannya akan berbeda. Ya setiap negara selalu berharap nilai tukar mata uangnya selalu kuat," kata Doddy dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, di Kominfo, Jakarta, Senin (10/9/2018).
Dia menjelaskan untuk nilai tukar seperti saat ini banyak yang mengartikan kondisi sedang buruk. Padahal untuk menentukan sebuah krisis ada banyak indikator, sedangkan nilai tukar harus dilihat dari angka psikologisnya.
Doddy menambahkan, di beberapa negara seperti Australia, Korea Selatan, Malaysia dan Thailand juga memiliki pergerakan nilai tukar yang fluktuatif. Namun masyarakatnya tidak pernah menggembar-gemborkan menjadi berita besar.
"Negara-negara itu nilai tukarnya tidak pernah menjadi berita besar. Kecuali perubahannya sangat signifikan, karena orang di sana terbiasa liat pergerakan-pergerakan kecil sebagai angka psikologisnya," ujar dia.
Kemudian, yang harus diperhatikan dalam melihat nilai tukar Rupiah adalah dilihat dari cepatnya perubahan. Misalnya pada era 1997-1998 nilai dolar AS harganya tercatat Rp 2.500 dan bergerak liar hingga menjadi Rp 16.000.
Namun saat ini, dolar memang bergerak tapi masih dalam kondisi terjaga karena dari Rp 13.500 dan mendekati Rp 15.000 dalam jangka waktu tujuh hingga delapan bulan.
"Karena kalau pergerakannya sangat cepat seperti 97-98 itu akan pengaruh ke balance sheetperusahaan. Sekarang tidak begitu. Jadi jika melihat nilai tukar harus juga melihat yang lain," ujar dia.
Doddy menyampaikan, indikator ekonomi nasional antara 98 dan 2018 ini sangat berbeda. Misalnya angka inflasi mencapai 77%, suku bunga acuan 56%, cadangan devisa hanya US$ 23 miliar, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank 30% dan jumlah utang luar negeri (ULN) yang memang berbeda.
"Jadi begitu banyak indikator, dan ketahanan ekonomi Indonesia ini lebih kuat dari 1997-1998," imbuh dia.
Kondisi ekonomi Indonesia ini juga tak lepas dari kondisi ekonomi dunia yang memang sedang melambat. Pertumbuhan ekonomi dunia sedang berat, ia mengibaratkan dunia adalah pesawat yang terbang hanya dengan satu mesin. Sehingga menyebabkan kesulitan, nah kondisi inilah yang turut mempengaruhi ketahanan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia.
Kemudian, ancang-ancang The Federal Reserve yang akan menaikkan bunga acuan turut mempengaruhi aliran modal ke negara-negara berkembang.(dtf)