Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Iklim perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang kian memanas meningkatkan risiko krisis mata uang pada negara-negara berkembang di Asia.
Sebuah lembaga riset internasional, Nomura Holdings Inc mengembangkan sebuah sistem deteksi dini risiko krisis yang diberi nama Damocles. Semakin tinggi skor Damocles sebuah negara, semakin rentan pula indikasi negara tersebut mengalami krisis mata uang.
Sebagai contoh, Pakistan, Turki, Sri Lanka, Afrika Selatan, Argentina, Mesir dan Ukraina yang saat ini tengah mengalami krisis mata uang, memiliki skor Damocles lebih dari 100.
Khusus untuk Sri Lanka, potensi krisis bagi negara ini bisa meletus kapan saja melihat indikator skor Damocles yang lebih dari 150.
Ada 30 negara Asia yang masuk dalam sistem deteksi krisis ini termasuk Indonesia di dalamnya.
Lantas bagaimana gambaran kondisi ekonomi Indonesia dilihat dari sudut pandang Damocles?
Dari hasil riset yang dikutip, Rabu (12/9/2018), saat ini skor Damocles RI adalah 0 yang artinya Indonesia masih jauh dari potensi krisis.
Defisit neraca berjalan yang dialami Indonesia pada tahun 2012 membuat rupiah tertekan cukup dalam. Rupiah berada pada kondisi yang cukup rentan selama taper tantrum 2013.
Guncangan perdagangan membuat neraca dagang RI negatif di tahun 2014. Kondisi tersebut meningkatkan risiko krisis Indonesia dengan indikator skor Damocles sebesar 20 pada rentang waktu 2014-2016.
Namun, risiko krisis kembali mereda setelah Bank Indonesia (BI) menggelontorkan cadangan devisa untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Langkah ini didukung dengan paket kebijakan pemerintah yang berhasil menarik investasi langsung asing alias FDI.
Redanya risiko krisis tercermin dari indikator skor Damocles Indonesia yang kembali 0.
Tekanan dolar Amerika Serikat (AS) di 2018 ini memang sempat meningkatkan kekhawatiran investor. Namun, langkah tegas BI dengan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 125 basis poin telah berhasil meredakan kekhawatiran tersebut.
"BI juga telah memperkuat koordinasi kebijakan dengan Kementerian Keuangan, yang menerapkan kebijakan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan," bunyi kesimpulan riset tersebut. (dtf)