Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Simalungun. Kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Simalungun menduga praktek permintaan uang ketok pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Perubahan APBD serta Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) bupati setiap tahun dilakukan oknum di DPRD setempat.
Koordinator LSM Masyarakat Peduli Simalungun (MPS), Marsono Purba kepada wartawan, Minggu (30/9/2019), mengatakan, dugaan itu berdasarkan pengakuan sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), yang selalu mengeluh adanya permintaan 10% dari anggaran yang dikelola saat pembahasan APBD, P-APBD dan LKPj bupati.
"Saya sejauh ini memang baru mengetahui adanya permintaan uang ketok atau proyek dari sejumlah anggota dewan sebagai pengganti pembayaran uang pengesahan,dari pemberitaan di media massa,dan saya menilai media tidak mungkin menyampaikan informasi tanpa fakta, sehingga saya berkeyakinan ada benarnya berita itu," sebut Marsono.
Bahkan tambah Marsono, pimpinan OPD mengeluhkan adanya rasionalisasi anggaran, padahal sudah membayar uang ketok sesuai dengan persentase anggaran yang diusulkan di APBD.
Dugaan kuat adanya permintaan uang ketok pengesahan APBD, PAPBD dan LKPj bupati itu karena tidak adanya kajian dari legislatif dalam pembahasan anggaran pembangunan, sehingga sebagian besar dana yang diusulkan langsung disetujui. Padahal, pendapatan daerah belum tentu mampu memenuhi dana yang dibutuhkan.
Dia mencontohkan pembayaran gaji tenaga honor yang saat ini menjadi masalah. Padahal seharusnya jika keuangan daerah tidak mampu membayar gajinya, tidak perlu dilakukan pengangkatan. Namun karena usulan dana gaji honor disetujui ditampung di APBD, maka pengangkatan tenaga honor terus dilakukan sampai saat ini.
Ketua DPRD Simalungun, Johalim Purba yang dikonfirmasi terkait adanya permintaan uang ketok dalam pembahasan APBD beberapa waktu lalu membantahnya. "Tidak benar" ujar politikus Partai Demokrat ini singkat.