Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily-Medan. Nasib Kompol Fahrizal, terdakwa penembakan terhadap adik ipar akan ditentukan majelis hakim pada putusan sela pekan depan, setelah jaksa membenarkan terdakwa memiliki gangguan jiwa.
"Kalau surat keterangan sakit jiwa itu benar, tapi kami meminta saksi ahli dokter jiwa yang bersangkutan harus dihadirkan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan dalam lanjutan sidang tersebut di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (15/10/2018) sore.
Dalam sidang yang hanya berlangsung kurang lebih 10 menit itu, JPU mengaku telah menerima surat medis sekaitan penyakit yang diderita terdakwa dari Klinik Utama Bina Atma pada 5 Agustus 2014 dan berkelanjutan hingga 11 April 2016, dimana dokter yang merawat adalah dr Mustafa M Amin dan dr Vita Camelia.
Hal ini dinyatakan adanya bukti pemeriksaan gangguan kesehatan yang dialaminya sebagaimana surat yang dikeluarkan pimpinan Klinik Utama Bina Atma yang ditandatangani dr Tapi Harlina MHA tertanggal 16 April 2018 serta hasil penyidikan Krimum Poldasu melakukan pemeriksaan terhadap Kompol Fahrizal di RS Jiwa Prof DR Muhammad Ildrem, dimana pihak dokter yang memeriksa kesehatan terdakwa yakni, Dr Paskawani Siregar tertanggal 23 April 2018 menyebutkan bahwa pelaku mengalami sakit Skizofrenia Paranoid.
Sayangnya, selepas sidang itu, JPU Randi Tambunan enggan memberikan komentar kepada wartawan. Ia langsung bergegas masuk ke dalam mobil Fortuner hitam yang sudah menunggu di depan pintu masuk PN Medan. Kompol Fahrizal juga turut berada di dalam mobil itu, duduk di belakang dengan pengawalan dua personel berpakaian dinas.
Sementara, Julisman selaku Tim Penasehat Hukum terdakwa seusai sidang membenarkan kalau JPU telah mengakui terdakwa memiliki riwayat gangguan jiwa.
"Jadi ada fakta yang hilang dalam dakwaan JPU kalau terdakwa pernah dirawat dan mengalami gangguan jiwa berat. Tapi di sidang tadi sudah diakui oleh JPU makanya untuk untuk kewenangan (sidang ini dilanjutkan atau tidak) itu berdasarkan Pasal 44 KHUPidana itu adalah hak nya majelis hakim," kata Julisman, seraya mengatakan sidang dengan agenda putusan sela itu akan digelar pada 22 Oktober mendatang.
"Artinya JPU bukan sepakat tapi memang itulah faktanya yang dialami terdakwa. Kami tidak pesimis tapi harapan kami hakim menerima eksepsi kami," tandas Julisman.