Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Simalungun. Budidaya ikan air tawar di peraian umum seperti danau dan waduk masih sangat dibutuhkan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan ikan secara nasional. Tahun 2015 produksi ikan nasional masih didominasi ikan air tawar sebesar 60%, budidaya air payau 30%, yang terdiri dari udang, ikan dan rumput laut, sedangkan untuk budidaya laut hanya 1%. Pada tahun 2016, produksi perikanan budidaya mencapai 13,2 juta ton atau naik 6.9% dibanding tahun 2015 yang mencapai 11.5 juta ton.
Hal itu terungkap dalam seminar Teknologi Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) Berkelanjutan di Perairan Umum, digelar Trobos Aqua, di JIEXPO Kemayoran, Rabu (28/11/2018) , dalam rangkaian pameran Aquatica Asia & Indoaqua 2018, sebagaimana siaran pers yang diterima, Kamis (29/11/2018).
Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Subijakto dalam sambutannya pada seminar itu menyampaikan, perikanan memiliki dasar hukum untuk dibudidayakan di beberapa danau dan waduk, di samping fungsi lainnya.
Namun demikian, budidaya ikan air tawar di perairan umum menurutnya tetap harus memperhatikan keselarasannya dengan lingkungan melalui penerapan best practice aquaculture atau cara budi daya terbaik, dan mentaati aturan zonasi yang sudah ditetapkan.
Selain itu juga harus bisa menertibkan diri. Misalnya dengan memperbaiki keramba yang rusak, memperbaiki keramba yang mangkrak sehingga faktor estetika tetap terjaga.
Slamet juga mengharapkan adanya pemutakhiran data daya dukung dan kualitas air yang representataif, sehingga pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan baik berdasarkan data yang lebih akurat. Kajian yang komprehensif perlu terus dilakukan dengan melibatkan stakeholders terkait.
Dia menambahkan, besarnya produksi ikan air tawar yang didominasi jenis ikan lele, mas, nila, dan patin membuktikan bahwa budidaya ikan air tawar, terutama melalui teknologi KJA merupakan ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat.
Selain untuk memenuhi kebutuhan akan sumber protein hewani yang terjangkau, KJA memiliki dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat, karena merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk di sekitar perairan umum.
Lebih jauh, adanya teknologi KJA memberikan efek multiplier terhadap penyerapan tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung, dari hulu ke hilir, seperti pekerja untuk pembenihan, pakan ikan, buruh bongkar muat, buruh transportasi, tenaga panen, hingga pemilik warung makan.
Dekan Fakultas Perikanan Universitas Padjadjaran ,Yudi NurulIhsan, pembicara lainnya dalam seminar itu juga menyampaikan, pada tahun 2030 jumlah penduduk dunia mencapai 9 miliar jiwa. Untuk itu diperlukan asupan protein yang besar. Dengan luas daratan yang semakin sempit, maka sumber protein dari daratan akan semakin terbatas, sehingga protein dari ikan menjadi sumber protein yang sangat diandalkan di masa yang akan datang.
Sedangkan Prof Dr Krismono MS dari Pusat Riset Perikanan Kementerian KKP menambahkan, perkembangan KJA harus diimbangi dengan perhitungan kemampuan daya dukung perairan.
“KJA memerlukan lingkungan perairan yang bersih agar ikan dapat tumbuh secara optimal dan mulai sekarang KJA harus menyesuaikan dengan daya dukung perairan, serta menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,” sebutnya.
Saat ini, sejumlah pemerintah daerah tengah mengkaji pengurangan KJA di waduk dan danau di wilayahnya, karena KJA dianggap sebagai penyebab utama pencemaran air. Padahal dari hasil riset yang dilakukan Pusat Riset Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan (Pusriskan) menyatakan bahwa sumber pencemaran dari budidaya perikanan relative rendah jika dibandingkan dengan sumber pencemar lainnya dari limbah Industri dan limbah domestik.