Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sebagai salah satu kawasan konservasi di Sumatra Utara, Suaka Margasatwa (SM) Karang Gading Langkat Timur Laut (LTL) tidak luput dari praktik haram perambahan. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumaera Utara (BBKSDA Sumut) mencatat, dari sekitar 14.400 hektare, 3.000 hektare di antaranya sudah terdegradasi dalam berbagai peruntukan, mulai dari perkebunan kelapa sawit hingga pertambakan.
Kepala Bidang KSDA Wilayah I, Mustafa Imran Lubis mengatakannya kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (4/12/2018). Dijelaskannya, pihaknya tidak memungkiri bahwa selama ini ada kegiatan atau aktifitas dari kelompok masyarakat yang menguasai SM Karang Gading LTL. Penyelesaianya tidak mudah. Namun pihaknya tidak bernah berhenti berupaya untuk menghentikan laju deforestasi kawasan.
Dijelaskannya, berdasarkan data BBKSDA Sumut, luas lahan yang yang terdegradasi sekitar 3.000 hektare. Sedangkan kawasan yang sudah dipulihkan baru sekitar 100 hektare. Tahun ini, BKSDA Sumut sedang berproses untuk memulihkan lahan terdegradasi seluas 350 hektare.
Menurutnya, sudah ada payung hukum dengan keluarnya Permen LHK Nomor 83/2016 tentang Perhutanan Sosial dan Permen LHK Nomor 85/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Dalam Pengelolaan Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (SKA & KPA) serta Petunjuk dan Teknis tentang Kerjasama Konservasi melalui Peraturan Ditjen Nomor 18/2016 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Kesepakatan Bersama.
Ketiganya, jelasnya, menjadi dasar hukum yang bisa dipergunakan untuk menyelesaikan kawasan yang selama ini terjadi benturan dengan masyarakat, yakni melalui program kemitraan.
"Kalau di komnservasi ada yang namanya mitra konservasi. Dengan itu kita mengajak masyarakat sekitar yang menguasai kawasan itu untuk bekerja sama menjaga kawasan," katanya.
Dia menambahkan, selama ini aspek penegakan hukum tak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Strategi merangkul masyarkat sebagai mitra konservasi ddiharapkan bisa memberikan manfaat. Negara sebagai pemilik kawasan juga mendapatkan manfaat lestarinya kawasan. Begitupun dengan masyarakat yang bekerja sama dalam upaya pemulihan kawasan yang tetap diberi akses untuk menamnfaatkan kawasan dengan memperhatikan aspek ekologis.
"Artinya masyarakat yang sudah jadi mitra menanam jenis tanaman asli setempat di samping bisa manfaatkan areal tambak dan tetap menanam dan menjaga pertumbuhan mangrovenya," katanya.
Untuk diketahui, kawasan hutan Karang Gading dan LTL awalnya ditetapkan statusnya sebagai hutan produksi dengan Nomor Register 2/L dan 2D. Sebelum ditetapkan sebagai suaka margasatwa, hutan di Langkat Timur Laut oleh Kerajaan Negeri Deli ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan zelfbestuur besluit (ZB) No 148 tanggal 6 Agustus 1932 seluas 9.250 hektare, sedangkan hutan Karang Gading ditetapkan dengan ZB No 138 tanggal 8 Agustus 1935 seluas 6.245 hektare.
Kemudian pada 1980 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 November 1980, statusnya diubah menjadi Kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut, seluas 15.765 hektare dengan 70% hutan mangrove berbagai jenis. Kawasan ini menjadi habitat kera ekor panjang (macaca fascularis), burung air dan burung migran.
Dalam perkembangannya, kawasan SM Karang Gading LTL dirambah dibuka lahan perkebunan kelapa sawit, tambak intensif dan tambak alam, permukiman, fasilitas umum, perladangan dan persawahan, sehingga terdegradasi/terdeforestasi mencapai ribuan hektare.