Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Badan usaha milik negara (BUMN) di bidang properti dan konstruksi relatif paling berisiko mengenai kemampuan membayar utang. Itu dilihat dari debt to equity ratio (DER) atau rasio yang membandingkan jumlah utang terhadap ekuitas.
DER dari BUMN properti dan konstruksi adalah 2,99%, sedangkan rata rata dari industri adalah 1,03%.
"Coba lihat yang properti dan konstruksi. Nah ini dikatakan bahwa kita punya relatif lebih berisiko sekarang dibandingkan industri," kata Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (4/12/2018).
Dia mengatakan ada dua alasan kenapa BUMN konstruksi memiliki risiko lebih tinggi dalam membayar utang. Pertama karena rata-rata industri konstruksi (non BUMN) tidak menggarap banyak proyek.
Kedua karena BUMN memiliki proyek pre financing, alias proyek yang dikerjakan dengan dana dari perusahaan yang juga bersumber dari utang. Jika proyek sudah jadi baru dibayar oleh pemilik proyek, dalam hal ini pemerintah.
"Kontraktor itu keluarin (duit) dulu. Setelah jadi lima tahun, 10 tahun, barang jadi, setelah diserahkan, baru duitnya turun," jelasnya.
Skema pre financing ini dilakukan agar pemerintah bisa menggenjot pembangunan infrastruktur, sementara pendanaan dibebankan dulu ke perusahaan, mulai dari untuk pembebasan lahan hingga pembangunan konstruksi.
Namun Aloy menilai DER BUMN konstruksi tidak ada masalah, karena sebenarnya pemerintah yang berutang ke BUMN lewat skema pre financing.
"Jadi tidak ada masalah karena tanda kutip yang utang pemerintah. Tidak seluruhnya, tapi sebagian, tapi ini bisa jelaskan kenapa DER-nya tinggi," tambahnya.(dtf)