Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sdikalang. Dua organisasi perempuan (OP) yakni OP Sion Desa Bonian serta OP Marsitoguan Desa Lae Panginuman, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi menolak keras pengrusakan hutan (illegal logging) serta operasional perusahaan tambang yang mereka yakini sebagai pemicu terjadinya bencana alam banjir bandang pada 28 Desember 2018.
Kedua organisasi perempuan itu merupakan pendampingan Yayasan Diakonia Pelangi Kasih bertugas di wilayah itu. Pernyataan sikap penolakan praktik illegal logging dan kehadiran perusahaan tambang mereka sampaikan di sela menggelar doa bersama di lokasi banjir bandang, tepatnya di areal persawahan di Desa Bonian, Jumat (25/1/2019).
Doa bersama memohon kepada Tuhan supaya tidak terulang kembalai bencana alam di wilayah mereka diinisiasi kedua OP dimaksud. Hadir pemerhati petani juga Wakil Ketua DPRD Dairi, Benpa Hisar Nababan serta 4 pendamping dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih, yakni Diakones Anward Nababan, Sarah Naibaho, Serly Siahaan serta Monika Siregar.
Monika Siregar bersama Ketua OP Sion Desa Bonian, Saudur boru Sitorus serta Ketua OP Marsitoguan Desa Lae Pangimunan, Ratna boru Sinurat dan Ketua Formatpetalihi, St Saut Sitorus menjelaskan, kegiatan yang mereka lakukan di lokasi bencana banjir bandang tepatnya di areal persawahan yang sudah porakporanda adalah doa bersama meminta kepada Tuhan supaya tidak terjadi lagi bencana serupa di kemudian hari.
Dengan mengenakan ulos sebagai penutup kepala, sekitar 30 orang ibu-ibu dari 2 OP tersebut serta Benpa Nababan makan bersama di atas tadahan daun pisang dan menggunakan tempurung tempat minum.
Saudur mengatakan, mereka hendak mengingat serta melestarikan warisan leluhur. Dalam refleksi menyikapi bencana terjadi beberapa waktu lalu. Saudur dan Ratna mengajak para kaum ibu untuk sama-sama peka terhadap orang luar hendak merusak hutan.
Begitu juga penggunaan pengolahan lahan pertanian agar mengurangi bahan kimia dan alat tehnologi. "Mari kita olah lahan dengan menggunakan cangkul kembali jangan dengan obat-obatan serta mesin babat, ucap Saudur. Mari kita kembali bertani selaras alam," ujarnya.
"Kami dan cucu kami kelak tidak mau jadi korban seperti terjadi beberapa waktu lalu menelan korban jiwa dan merusak lahan pertanian. Sejak jadi perkampungan Desa Bonian tahun 1946, baru ini kejadian seperti ini. Sehingga kami tidak mau lagi terulang peristiwa serupa dikemudian hari," lanjutnya.
Saudur menegaskan, pemerintah diharapkan mau mendengar aspirasi mereka agar mencabut izin perusahaan tambang di lokasi Parongil. "Kami tidak makan dari tambang, kami hanya makan lewat pertanian," imbuhnya..
Menurut mereka, terjadinya banjir bandang tidak terlepas dari eksplorasi dilakukan sebuah perusahaan tambang beberapa tahun lalu di wilayah Kecamatan Silima Pungga-Pungga. Ada 3.000 titik pengeboran dilakukan perusahaan tambang.
"Kami menduga, selain aktivitas illegal logging, penyebab banjir bandang juga akibat kehadiran perusahaan tambang timah," ujar Saudur.
Kedua organisi perempuan menolak keras penebangan kayu serta kehadiran tambang timah di wilayah Kecamatan Silima Pungga-Pungga.
Benpa Nababan mengapresiasi perjuangan kaum perempuan di wilayah Parongil. Menurutnya, yang tidak setuju dengan pergerakan kaum perempuan itu adalah para pemodal yang selama ini mengambil keuntungan dengan merusak hutan, oknum Polisi serta TNI yang terlibat melakukan pengrusakan hutan.