Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Untuk mencegah berulangnya longsor di Sibaganding, Parapat, Kabupaten Simalungun, yang menyebabkan tertutupnya jmbatan Siduadua, usaha dari hulu yang merupakan titik longsor juga akan dilakukan.
Disebutkan, titik longsor berada di Desa Bangun Dolok, yang berada di atas jembatan Siduadua. Terdapat tiga mata air aktif yang airnya terus mengalir sepanjang waktu kendati dalam kondisi cuaca seperti apapun. Aliran air yang tidak tertahan kemudian menyebabkan longsoran lumpur dan menghantam jembatan.
Staf Dinas Kehutanan Sumut, Efendi Pane dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi D, di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (29/1/2019), menyebutkan, areal di lokasi titik longsor bukan merupakan kawasan hutan. Melainkan hak penggunaan lain (HPL) yang dikelola masyarakat untuk bercocok tanam. Oleh karenanya pepohonan yang tumbuh di sana tidak terawat sebagaimana seharusnya guna menahan air.
Seyogianya areal di sekitar ketiga mata air merupakan catchman area seluas kurang lebih 20Ha. Pepohonan harus dirawat agar fungsi penahan air tidak terganggu.
Terhadap kondisi tersebut, anggota Komisi D Arivay Tambunan meminta agar areal titik longsor dijadikan kawasan hutan. Tujuannya agar pemerintah dapat mengelolanya sehingga potensi longsor dapat teratasi dari hulu.
"Rapat ini harus meminta Bupati Simalungun mengusulkan pemerintah pusat agar area di Desa Bangun Dolok dijadikan kawasan hutan, jadi longsor dapat dicegah," tegas Arivay yang berasal dari Fraksi PAN.
Efendi menyatakan, Dinas Kehutanan menyambut usulan perubahan areal titik longsor menjadi kawasan hutan. Pihaknya pasti menyetujui dan memberikan rekomendasi.
Selain area tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Toba Ramadhani Purba menyatakan terdapat daerah lain di Desa Bangun Dolok yang oleh Kementerian ATR/BPN hendak dijadikan kawasan wisata terpadu guna mendukung Danau Toba sebagai destinasi wisata. Akan tetapi studinya masih pada tahap awal. Oleh Pemkab belum diterbitkan ketentuan berupa Perda untuk melepas kawasan dimaksud.
"Begitu rencana Kementerian ATR, tetapi belum tahu berapa luasnya dan kapan dimulai. Pemkab belum membuat Perdanya," ujar Ramadhani.
Arivay juga meminta agar rencana tersebut tidak diprioritaskan. Yang terpenting adalah mengatasi segala bentuk kemungkinan terjadinya bencana yang bisa merugikan masyarakat Sumut.