Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Keluhan para nelayan tradisional Young Panah Hijau, Kelurahan Labuhan Deli, Kota Medan, terhadap kapal-kapal berbobot 10 sampai 30 GT yang ikut menangkap cumi-cumi di laut lepas, mendapat perhatian dari Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanla) Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Kadiskanla Sumut, Mulyadi Simatupang, bersama Ditpolair Polda Sumut yang dipimpin langsung Kasubditpolair Polda Sumut, Kompol Zonni, turun langsung ke permukiman para nelayan untuk mendengarkan sekaligus menghimpun keluhan para nelayan, Jumat (1/2/2019).
Perwakilan nelayan, Andika, mengatakan, sejak beroperasi kapal-kapal 10 GT hingga 30 GT tersebut, para nelayan tradisional Young Panah Hijau kesulitan mendapatkan cumi-cumi. Dari awalnya 700 sampan nelayan yang beroperasi setiap hari untuk mencari cumi-cumi, kini hanya tinggal 200 sampan nelayan saja yang beroperasi karena keberadaan kapal-kapal tersebut.
"Mereka tidak berani lagi melaut. Ada nelayan yang tiga hari dua malam melaut pulang hanya dapat 4 sampai 5 kg cumi-cumi. Ada yang sehari saja pulang tidak dapat apa-apa," katanya.
Kondisi tersebut telah terjadi dua tahun belakangan. Dahulu, sebelum kapal-kapal tersebut menyalakan lampu yang diduga menyalahi peraturan perundang-undangan, para nelayan bisa membawa pulang cumi-cumi 50 kg sampai 60 kg.
"Sekarang tidak bisa lagi. Seperti saya saja tadi pulang hanya bisa membawa cumi-cumi 4 kg. Dijual harganya Rp 40.000 per kg. Pendapatan hanya Rp 160.000. Sementara pengeluaran kami melaut tiga hari dua malam Rp 400.000. Hasilnya kami rugi. Makanya banyak yang tidak mau melaut lagi," keluh Andika.
Selain penyalaan lampu yang diduga menyalahi peraturan perundang-undangan, lanjut Andika, para nelayan tradisional itu juga menduga jaring dari kapal-kapal 10 GT sampai 30 GT itu juga tidak sesuai dengan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkap Ikan.
"Di situ posisi kami memancing, di situ pula kapal-kapal itu menghidupkan lampu menangkap cumi-cumi," ucapnya.
Menanggapi permasalahan tersebut, Kadiskanla Sumut, Mulyadi Simatupang, mengatakan bahwa sering kali lampiran proses perizinan berbeda dengan yang terjadi di lapangan. "Kalau izinnya itu ke kami sudah sesuai semuanya. Kadang di lapangannya sering berbeda," ujarnya.
Untuk itu, ke depan pengawasan dari Diskanla sendiri terus ditingkatkan. Diskanla akan membentuk kelompok pengawas masyarakat (Pokwasmas). "Itu nanti kita bentuk. Senin 4 Februari para nelayan bisa ke kantor Diskanla untuk membicarakan masalah ini," ucapnya.
Diskanla sendiri, katanya, untuk 2019 ada anggaran untuk pengadaan kapal patroli. "Karena kalau turun itu anggarannya harus banyak. Tahun 2018 alokasi anggaran untuk pengawasan itu kecil. Atas dasar itu dari sinilah kita aktifkan. Dari sini pula saya jadi tahu bahwa permasalahannya itu bukan hanya trawl saja. Ada juga permasalahan yang seperti ini," sebut Mulyadi.
Kasubditpolair Polda Sumut, Kompol Zonni, mengatakan, pihaknya sudah melakukan uji petik terhadap laporan para nelayan. Hanya saja masih berkoordinasi dengan Diskanla untuk melakukan langkah berikutnya. "Ini makanya kita berkoordinasi dengan Diskanla sebelum mengambil tindakan," ucapnya.