Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sumatra Utara kaya akan komoditas perkebunan. Kepala Dinas Perkebunan Sumatra Utara, Herawaty membandingkan komoditas kelapa sawit dan kopi. Saat ini, luas kelapa sawit di Sumut 1,2 juta hektare. Sedangkan tanaman kopi hanya sekitar 80.000-an hektare. Namun trennya menunjukkan gambaran yang positif, kopi tetap menjadi primadona.
Herawaty mengatakan, walaupun lahan kopi memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kelapa sawit namun tetap sangat potensial. Kecilnya lahan disebabkan kopi hanya bagus ditanam di dataran tinggi, yakni minimal 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kelebihannya, kopi Sumatra Utara memiliki banyak single origin yang variatif.
"Setiap kabupaten punya spesifikasi rasa yang berbeda-beda, sehingga menjadi peluang untuk dikembangkan dari hulu sampai ke hilirnya," katanya, Jumat (22/2/2019).
Apalagi, paparnya, saat ini sebagian kopi di Sumatra Utara sudah memiliki Sertifikat Indikasi Geografis (SIG), seperti di Simalungun, Lintong, Samosir, Sipirok, Mandailing Natal, Karo. Saat ini yang sedang beproses untuk mendapatkan SIG adalah Dairi.
Keberhasilan Dairi untuk mendapatkan SIG, menurutnya, sangat tergantung pada komitmen pemerintah kabupaten. Pihaknya sudah mengimbau agar Pemkab Dairi menginisiasi pembentukan Masyarakat Pecinta Indikasi Geografis (MPIG).
"MPIG itu sebagai satu wadah untuk mengumpulkan anggotanya sebagai bagian dari proses untuk untuk perolehan IG," katanya.
Dia menambahkan, tahun ini ada 1.100 hektare tanaman kopi yang diremajakan. Program peremajaan yang didukung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini dilaksanakan di Karo (100 ha), Mandailing Natal (100 ha) dan Humbang Hasundutan (800 ha). Munculnya angka tersebut berdasarkan dari pengajuan pemerintah kabupaten yang mengirimkan e-proposal secara langsung ke pusat.
Dalam hal ini, posisi Dinas Perkebunan Sumut memverifikasi kesesuaian dan pencadangan lahan dengan komoditasnya.
"Jadi mereka, pemerintah kabupaten langsung ke pusat mengirimkan e-proposalnya. Kabupaten lain yang mau ada peremajaan sebaiknya melakukan hal yang sama," katanya.
Selain peremajaan, lanjut dia, tahun ini juga ada perluasan lahan kopi di Tapanuli Utara dan Toba Samosir, masing-masing 150 ha.
"Jadi dengan adanya peremajaan, perluasan lahan, apalagi beberapa kabupaten sudah memiliki Sertifikat Identifikasi Geografis (SIG), dan adanya kebun benih sumber kopi di Tobasa, Taput dan Humbahas seluas 3 ha, produksi dan kualitas kopi Sumut juga meningkat lebih baik lagi," katanya.
Data statistik perkebunan tahun 2017 menunjukkan, detail lahan perkebunan kelapa sawit seluas 1.256.807,99 hektare dengan produksi tandan buah segar (TBS) 19.513.889,84 ton. Terdiri dari perkebunan rakyat 429.261 hektare dengan produksi 6.039.591,22 ton. PTPN seluas 321.663,85 produksi 5.224.551,57 ton. Perusahaan swasta nasional seluas 349.258,61 hektare produksi 5.521.324,45 ton dan perusahaan swasta asing seluas 156.624,23 hektare produksi 2.728.422,6 ton.
Sedangkan perkebunan rakyat untuk kopi Arabika di Sumut seluas 70.199,92 hektare dengan produksi 55.155,09 ton. Berbeda dari kopi Arabika, kopi robusta ditanam oleh rakyat dan perkebunan besar swasta nasional (PBSN).
Dari data statistik tersebut tercatat, kopi robusta seluas 18.942,17 hektare dengan produksi 8.484,72 ton. Ditambah dengan pertanaman oleh kebun milik PBSN seluas 1.098,96 hektare dengan produksi 904,67. Sehingga jika ditotal, luas kebun robusta seluas 20.041,13 hektare dengan produksi 9.389,3 ton.
Dari data yang sama, kopi robusta ditanam di 15 kabupaten dengan rincian, 1.537,15 hektare tanaman belum menghasilkan (TBM), 10.828,95 hektare tanaman menghasilkan (TM), dan 6.576,07 hektare tanaman tua menghasilkan (TTM). Kopi robusta ini dibudidayakan oleh 21.799 kepala keluarga (KK). Sementara itu, kopi arabika ditanam di 12 kabupaten dengan rincian 14.704,22 hektare (TBM), 51.195,84 hektare (TM) dan 4.299,86 hektare (TTM). Kopi Arabika dibudidayakan oleh 111.487 kepala keluarga (KK).