Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi mengungkapkan budidaya pisang di Indonesia selama pemerintahan Jokowi-JK menunjukkan kinerja yang membanggakan. Volume dan nilai ekspor pisang 2018 meningkat tajam dibanding 2017.
Melansir data BPS, ia pun menyebut volume pisang 2018 sebanyak 30.373 ton, naik 67% dari 2017 yang hanya 18.192 ton. Dari volume ini, nilai ekspornya mencapai Rp 204,54 miliar, naik 70,65% dibanding 2017 sebesar Rp 119,86 miliar.
"Ini membuktikan pengembangan budidaya pisang Indonesia semakin meluas dan produktif, menggiurkan dalam memberikan keuntungan besar. Tentu tidak hanya sekadar dilihat dari meluasnya dalam skala kecil atau kerakyatan, tapi dikembangkan dengan investasi yang cukup besar oleh beberapa perusahaan besar," ujar Suwandi dalam keterangan tertulis, Jumat (1/3/2019).
Hal tersebut disampaikannya usai menjadi penguji disertasi mahasiswa pascasarjana Universitas Brawijaya di Malang. Adapun judul disertasi tersebut yakni Karakterisasi Biologi dan Molekuler Penyebab Penyakit Kerdil Pisang di Kabupaten Kutai Kertanegara, yang disusun Surya Sila.
Suwandi menjelaskan dalam usaha budidaya pisang, investasi awal yang dibutuhkan senilai 32 juta per hektare. Sentra pengembangan pisang Indonesia sudah menjamur di banyak daerah. Bahkan budidaya pisang banyak dikembangkan perusahaan besar yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga diekspor.
"Sentra pisang di Jawa Timur meliputi Kabupaten Lumajang, Malang. Kemudian Provinsi Lampung ada di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, dan Pesawaran," sebutnya.
Provinsi Jawa Barat pun menurutnya merupakan sentra budidaya pisang, yaitu Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Tasik, Ciamis. Sentra pisang lainnya yakni Purbalingga, Kutai Timur, Deli Serdang, Majene dan Kabupaten Pidie.
"Perusahaan besar yang kembangkan pisang di Indonesia adalah group Great Giant Pineaple di Lampung. PTPN VIII pun tanam pisang di Sukabumi," ucapnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan luas panen pisang nasional mencapai 89.615 hektare, dalam 1 hektare terdapat 1.000 rumpun. Berdasarkan data statistik produksi hortikultura 2017 yang dirilis Direktorat Hortikultura 2018, produksi nasional 7,16 juta ton, dengan produktivitas rata-rata 79,93 ton per hektare.
"Dari luas total ini, luas serangan total OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) pada tanaman pisang di Indonesia di tahun 2017 hanya 2.644 hektare dan di 2018 turun menjadi 2.299 hektare," ungkapnya.
"Total serangan ini terdiri dari tingkat serangan ringan 70%, sedang 20%, dan berat 10%," sambungnya.
Perlu diketahui, selain OPT utama pada tanaman pisang antara lain layu fusarium, layu bakteri, bercak sigatoka, ulat penggulung daun, disertasi ini fokus mengkaji virus kerdil pisang (Banana Bunchy Top Virus). Virus kerdil pisang ditularkan oleh serangga vektor Aphid Pentalonia nigronervosa.
Tidak hanya di kebun budidaya, virus kerdil sudah menyerang pada pisang di hutan liar di lokasi riset. Meskipun total luas terserang virus kerdil itu 2% dari total serangan penyakit pisang.
Walaupun virus kerdil ini baru ditemukan di Kabupaten Kutai Kertanegara, belum menyebar di kabupaten lain. Selama ini bagi kebun yang terserang, petani mengendalikan virus kerdil dengan mengendalikan serangga vektornya, pengendalian mekanis dan hayati, termasuk dibantu dari predator Aphid.
"Sedangkan untuk pencegahan dengan cara kebun membuka secara steril, benih unggul bersertifikat, merawat kebun sesuai kaidah good agriculture practices. Intinya adalah mencegah lebih baik dari mengobati," pungkas Suwandi.(dtf)