Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pembangunan Bendungan Lau Simeme di Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deliserdang yang merupakan proyek strategis nasional terus berlanjut. Tuntutan ratusan warga agar tanah mereka yang masuk dalam areal proyek menjadi kawasan tanah objek reforma agraria (TORA), termasuk ganti rugi lahan akan dipenuhi.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi A DPRD Sumut yang dihadiri warga atas nama Persatuan Arih Ersada (PAE), Dinas Kehutanan Sumut, Badan Pemantapan Kawasan Hutan, Badan Wilayah Sungai dan Pemkab Deli Serdang, di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Senin (11/3/2019).
Semula di dalam RDP Ketua PAE, Sembol Ginting dengan berbagai bukti yang dimiliki masyarakat menuntut agar pembangunan bendungan Lau Simeme (di atas lahan seluas 420 Ha) yang sudah mulai disosialisasikan sejak 2004 dihentikan. Sampai ganti rugi tanah milik rakyat di lima desa terdampak diselesaikan. Desa dimaksud adalah Desa Kuala Dekah, Sari Laba Jahe, Rumah Great, Penen dan Mardinding Julu.
Kata Sembol, sudah sejak 1945 warga secara turun-temurun bermukim dan mengelola tanah di lima desa tersebut. Terdapat sebuah catatan bahwa tahun 1953 yang mengakui wilayah tersebut sebagai kampung. Bukan hutan produksi terbatas sebagaimana ditetapkan pemerintah.
Pernah ada kesepakatan antara warga dengan Muspika pada 12 Februari 2018 tentang ganti rugi yang harus didapatkan akan tetapi hingga hari ini tidak ada pelaksanaannya.
"Kami masyarakat seperti dipermainkan, sejak tahun 2018 tidak ada informasi apapun tentang ganti rugi tanah kami sementara pembangunan bendungan Lau Simeme jalan terus. Kami meminta proyek dihentikan sementara sampai ganti rugi diselesaikan," tegas Sembol.
Oleh Effendi Pane dari Dinas Kehutanan Sumut disebutkan bahwa melalui pembahasan di kantor Gubernur Sumut pada 27 Februari 2019 sudah disepakati bahwa kawasan hutan produk terbatas yang terkena pembangunan bendungan dan dinyatakan warga di lima desa sebagai miliknya akan direvisi. Sebab telah ditemukan peta indikatif TORA. Permintaan revisi sudah disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara revisi oleh Kementerian LHK belum diterbitkan, kawasan tersebut saat ini berstatus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) kepada BWS.
"Nantinya setelah ada revisi dari Kementerian LHK, tata batas ditentukan, lalu dilakukan inventarisasi, tanah yang dinyatakan sebagai milik rakyat di lima desa menjadi Tora," ujar Effendi.
Sementara itu Kepala Satker Bendungan Lau Simeme BWS Marwansyah menyatakan pihaknya siap membiayai proses inventarisasi hutan produksi terbatas yang nantinya direvisi menjadi TORA. Dengan demikian kepemilikan warga atas tanah yang mereka tuntut terpenuhi dan ganti rugi dapat dilaksanakan.
Pembahasan tuntutan rakyat Kecamatan Biru Biru oleh Komisi A dilakukan mengingat tuntutan mereka terhadap ganti rugi tidak dikabulkan sejak 2004. Karena disebutkan sebagai hutan produksi terbatas dan tidak akan mendapatkan ganti rugi, rakyat menjadi resah.
"Kami akan mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera melakukan revisi terhadap peta indikatif TORA di Kabupaten Deli Serdang, sehingga tanah milik warga bisa diganti rugi dan pembangunan bendungan Lau Simeme tidak ada masalah," kata Ketua Komisi A Muhri Fauzi Hafiz.