Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Berbicara kepada wartawan Sabtu pekan (23/3/2019), sejumlah pemikiran disampaikan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari daerah pemilihan Sumatra Utara, Marnix Sahata Hutabarat (58), untuk mendorong provinsi ini lebih maju dari kondisi sekarang.
Soal pembangunan Sumut yang sangat luas, ungkap Marnix yang dikenal luas sebagai pengusaha, sebaiknya dilakukan pemekaran provinsi. Sumut dipecah menjadi beberapa provinsi seperti sudah diwacanakan selama ini. Provinsi Kepulauan Nias, Provinsi Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Tenggara.
"Bayangkan kalau kepala daerah di Nias ada urusan harus datang ke Medan, berapa kali setahun. Ongkosnya saja, kalau satu kepala daerah Rp 50 miliar per tahun, dikali lima kepala daerah sudah Rp 250 miliar. Betapa panjang jalan bisa dibangun dengan dana sebanyak itu," katanya.
Terangnya, Nias kaya akan berbagai sumber daya alam. Pariwisatanya, karet, perikanan dan sebagainya. Tapanuli Utara dengan kekayaan tambangnya yang melimpah, dengan dimekarkan menjadi provinsi terpisah dari Sumut akan jadi lebih maju.
Dalam hal pengelolaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dia melihat ada kontradiksi dengan UU Ketenagakerjaan No. 13/2003. Karena di dalam UU tidak dikenal pekerja paruh waktu, pelaku UKM kesulitan mendapatkan pekerja sesuai kemampuan mereka membayar upah.
"Ibu-ibu rumahan kan punya waktu bekerja paruh waktu untuk mendapatkan tambahan penghasilan keluarga. Tapi UU tidak memperbolehkan. Akibatnya UKM banyak yang berhenti usahanya, karena ada pidananya bagi yang melanggar UU," ujar Marnix.
Untuk mendapat investor agar mau menanamkan modalnya di Sumut dengan cara mendirikan perusahaan, dia menyatakan seharusnya pemerintah tidak perlu sudah. Cukup banyak pengusaha atau orang kaya daerah yang bisa diandalkan. Namun karena menghadapi berbagai kesulitan mereka terpaksa keluar, membangun bisnis di provinsi lainnya.
Misalnya, tuturnya, almarhum DL Sitorus, Sukanto Tanoto (pengusaha bubur kertas), Martua Sitorus (perkebunan kelapa sawit) dan sebagainya.
"Berapa persenlah uang mereka yang ditanamkan di Sumut. Seharusnya mereka diajak membangun daerah asalnya. Tapi harus dipermudah perizinannya. Semua orang pasti lebih senang membangun kampungnya," papar Marnix.
Menyangkut tata ruang juga menjadi concern-nya untuk diperbaiki dan dijalankan dengan benar. Karena pasti terkait peruntukan wilayah. Jangan sampai kita merusak kekayaan yang dimiliki. Seperti Kabupaten Deliserdang yang seharusnya dijadikan lumbung pangan tetapi banyak lahan berubah jadi perumahan.
Dia prihatin akan posisi kemajuan pembangunan Sumatera Utara di Indonesia melorot jauh dari urutan ketiga yang pernah disandang. Bahkan di Pulau Sumatera, Sumut berada di urutan keenam dibandingkan dengan provinsi lainnya.
"Kalau pejabat-pejabat pemerintahan kita betul-betul punya hati sebenarnya Sumut bisa jauh lebih maju," tegas Marnix yang merupakan pemilik Hotel Siantar yang legendaris dan perusahaan produsen soft drink cap Badak yang cukup tersohor di Sumut.