Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pabrikan otomotif asal Korea, Hyundai, diketahui memiliki mobil yang harganya tipis-tipis dengan segmen mobil Low Cost Green Car (LCGC), yakni Santro. Diproduksi di India, Santro dibanderol sekitar 370 ribu rupee atau setara dengan Rp 75 jutaan. Cukup menarik mengingat mobil murah (LCGC) buatan Jepang di Indonesia saja sekarang sudah masuk di atas Rp 100 jutaan.
Namun Hyundai Motor Indonesia (HMI) mengatakan tidak akan bermain di segmen mobil di harga Rp 100 Jutaan. Seperti yang diungkapkan Deputy Marketing Director Hyundai Mobil Indonesia (HMI) Hendrik Wiradjaja di Gedung Hyundai, Simprug, Jakarta Selatan, (1/4/2019).
"Dalam hal ini saya cukup surprise karena tiba-tiba berita itu berkembang bahwa Hyundai Santro yang di India akan masuk ke Indonesia dengan harga Rp 100 Juta," ujar Hendrik.
"Sebenarnya angka Rp 100 Juta itu didapatkan dari harga jual di India kisaran 70 - 80 Juta kemudian apabila masuk ke Indonesia dimasukkan kurs ketemulah angka Rp 100 jutaan.Padahal kalau kita lihat untuk memasukkan mobil CBU dari India itu tidak semudah memberikan kurs. Ada faktor tarif pajak, bea masuk dan juga BBN, kalau kita hitung Santro itu kira-kira bisa kena diangka Rp 150 jutaan," jelas dia lagi.
"Dan tentu itu akan bersaing di kelas LCGC, di mana sebuah brand besar bermain di situ, buat kami untuk sementara ini tidak masuk dulu, kita lebih mencari segmen atau pangsa pasar yang lebih aman atau lebih sejuk," tutur Hendrik.
Lebih lanjut ia menjelaskan segmen LCGC merupakan pasar yang padat di mana pabrikan besar banyak bermain di segmen tersebut. Pun demikian salah satu faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah investasi dengan kandungan lokal yang cukup besar.
"Kelas LCGC sangat ketat, baik dalam hal diskon, sisi produk fitur semakin banyak. kelas yang begitu padat, keras persaingannya, di mana harga nya begitu tipis, saya rasa kurang bijaksana mencurahkan semua energi di kelas itu," tambah Hendrik.
"Harus punya pabrik, lokal kontennya juga harus 90 persen, di mana investasi sangat besar dengan tingkat keuntungan yang sangat kecil karena bersaing dengan merk-merk besar," ungkap Hendrik.(dto)