Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sulitnya proses pengajuan masyarakat hukum adat di Sumatra Utara, agaknya berbeda dengan masyarakat hukum adat Tebat Benawa, Pagar Alam, Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepada medanbisnisdaily.com, salah seorang staf Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) wilayah Sumatra, Yoseph Tien bercerita tentang pengalamannya mendampingi masyarakat hukum adat Tebat Benawa itu. Yoseph bercerita di sela-sela acara Focus Grup Discussion (FGD) yang digelar BPSKL wilayah Sumatra di Hotel Sere Nauli, Laguboti, Tobasa, 15-17 Mei 2019.
"Saya bersama masyarakat hukum adat Tebat Benawa berdiskusi beberapa hari, kemudian saya buatkan proposalnya. Setelah itu proposalnya saya berikan kepada pemerintah setempat untuk dibuatkan Perdanya," ujarnya.
Menurut Yoseph, pemerintah mereka sangat mendukung masyarakat hukum adat Tebat Benawa. Karenanya tak lama setelah pemerintah membuat Perda dan mengirimkannya ke pemerintah pusat, kira-kira 3 bulan, SK pengakuan hutan adat mereka terbit.
"Nggak lama prosesnya, yang penting jelas subjek pengusul, objek yang diusul dan sudah ada Perda-nya," tambahnya.
Sebaliknya, proses pengusulan pengakuan masyarakat hukum adat di Sumatra Utara dirasa sangat lambat. Dari diskusi yang berkembang selama FGD, kendala utama yang membuat hingga kini belum ada masyarakat hukum adat di Sumatra Utara yang memperoleh SK pengakuan dari pemerintah pusat adalah karena belum adanya Perda dari pemerintah kabupaten masing-masing.
Setidaknya dalam FGD itu, ada 13 masyarakat hukum adat yang direkomendasikan untuk dipercepat status pengakuannya agar segera memperoleh SK atas hutan adatnya. Antara lain, masyarakat hukum adat Sigapiton, Sihaporas dan sebagainya.
Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatra Utara (Bakumsu), Manambus Pasaribu, mengatakan, kemauan pemerintah kabupaten patut dipertanyakan. Begitupun harusnya ada kebijakan alternatif dimana proses pengajuan tidak melulu harus menunggu Perda.
"Kewenangan bisa di pemerintah pusat, jangan menunggu hutan adat habis dulu baru Perda keluar," kata Manambus.