Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memenangkan pileg DPRD Depok di pemilu 2019. Lalu bagaimana nasib kelanjutan raperda kota religius yang sempat ditolak?
"Iya ini kan sebenernya pembahasannya, artinya gini, ini kan harus ada sinkronisasi, sinkronisasi terkait pemahaman penyelenggaraan kota religius dan visi kota Depok menjadikan kota yang unggul nyaman dan religius," kata Ketua DPP PKS Depok, Hafid Nasir saat dihubungi, Senin (20/5/2019).
Sinkronisasi yang dimaksud Hafid yaitu menyamakan persepsi dan membahas raperda ini bersama sama antara DPRD dan pemerintah kota Depok.
"Mungkin perlu ada persepsi yang sama antara DPRD dengan pemkot sebagai pengusul kan, ini kelihatannya perlu duduk bareng, perlu disepakati bersama karena naskah akademiknya belum dibuatkan, sehingga menurut saya masih ada ruang dan celah ya untuk dibahas bersama, menyamakan persepsi," ucapnya.
Hafid menjelaskan usulan raperda ini sebetulnya diisukan untuk tahun 2020. Karena itu, menurutnya masih ada waktu untuk membahas usulan ini juga di Bapemperda.
"Ini (raperda) diisukan di tahun 2020 sehingga menurut saya harus duduk bareng lah DPRD Bapemperda dan eksekutif bagian hukum untuk menyamakan persepsi karena persepsi itu apasih yang dimkasudkan penyelenggaraan kota religius gitu kan," jelas Hafid.
Hafid tidak bisa memastikan diterapkannya usulan raperda ini. Menurutnya jika usulan ini positif maka seharusnya bisa diterapkan.
"Kalau memang dirasa ini peraturan mendukung terwujudnya kota yang unggul, nyaman dan religius kenapa enggak kan gitu," ungkap Hafid.
Sebelumnya diberitakan Badan Musyawarah DPRD Kota Depok menolak Raperda Penyelenggaraan Kota Religius yang diusulkan oleh Wali Kota KH Mohammad Idris. Ada beberapa alasan mengapa Bamus menolak usulan tersebut, salah satunya karena Raperda tersebut dianggap terlalu mengurusi urusan pribadi seseorang.
Selain itu, Ketua DPRD Depok saat ini, Hendrik Tangke mengatakan, usulan tersebut telah ditolak oleh Bamus DPRD Kota Depok untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dengan demikian, segala jenis pembahasan mengenai Raperda ini tidak lagi dimungkinkan untuk dilakukan di setiap alat kelengkapan dewan.
"Beberapa alasan yang diajukan oleh PDI Perjuangan adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah tidak mendelegasikan urusan agama untuk diatur oleh Pemerintah Daerah. Urusan agama adalah kewenangan absolut pemerintah pusat," jelas kader PDI Perjuangan ini.dtc