Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - PSI mengkritik pernyataan ketua tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga Bambang Widjajanto (BW) yang mengaku dihambat saat datang ke Mahkamah Konstitusi (MK). PSI menilai pernyataan itu memperlihatkan BW lebih sebagai seorang politisi, bukan pengacara.
"Ketika Bambang Widjajanto datang ke MK, dia memperlihatkan dia sebagai politisi ketimbang sebagai seorang pengacara, dengan membangun konspirasi pertama, dia merasa bahwa jalan menuju MK dihalang halangi," ujar Sekjen PSI, Raja Juli Antoni pada wartawan, Selasa (28/5/2019).
Menurut Toni, pernyataan BW yang merasa dihambat untuk tiba ke MK kurang tepat. Sebab semua orang tahu bahwa jalan di sekitar MK ditutup untuk pengamanan.
"(Penutupan jalan) itu adalah karena kebrutalan sebagian pendukung mereka, sehingga sebagian jalan ditutup. Tapi BW datang dengan narasi bahwa ada blokade yang dilakukan dengan serius saat datang ke MK," ungkap Toni.
Selain itu, Toni juga mengkritisi pernyataan BW yang menyebut agar jangan sampai MK merupakan bagian dari rezim Presiden Joko Widodo yang koruptif.
"Ini juga bagian legitimasi bagi MK sendiri, kalau mereka kalah, mereka bilang ini bagian dari rezim koruptifnya Jokowi, sesuai narasi yang selama ini mereka bangun," ujar Toni.
Pada kesempatan yang sama Toni menyinggung soal kericuhan yang terjadi di Jakarta pada aksi 21-22 Mei lalu. Ia beranggapan bahwa paslon capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno turut bertanggung jawab terhadap munculnya aksi kericuhan 21-22 Mei yang menewaskan 8 orang tersebut.
"Saya kira dapat diduga dengan serius, apa yang terjadi pada 21 dan 22 Mei terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan provokasi yang dilakukan Pak Prabowo dan Pak Sandi dan orang orang di sekelilingnya," tuturnya.
Toni menyebut sejak awal kubu BPN telah melakukan demoralisasi dan legitimasi terhadap KPU dan Bawaslu dengan mengatakan dua institusi tersebut merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi.
"Mereka menolak hasil pemilu, dengan mengatakan bahwa terjadi kecurangan yang TSM dan brutal, tanpa kemudian dapat membuktikan secara hukum. Suasana elite semacam inilah yang provokatif, yang tidak dapat menerima fakta demokrasi, termasuk kekalahan," paparnya.
Oleh sebab itu, Toni berpendapat bahwa pertemuan antara Jokowi dan Prabowo akan dapat mencairkan situasi politik yang sedang panas tersebut.
"Karena bagaimanapun, elite politik itu tetap dipandang sebagai seorang yang harus ditiru, sebagai sosok yang harus diikuti. Tentu pertemuan fisik, atau paling konkritnya salaman, cipika cipikinya Pak Jokowi dan Pak Prabowo tentu punya pengaruh positif untuk mendinginkan suasana politik di level grassroot. (Kalau ditanya) kapan waktunya, lebih cepat, lebih baik," imbuhnya. dtc