Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily-Medan. Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Sumanggar Siagian enggan berkomentar soal informasi adanya laporan 23 jaksa nakal di lingkungan Kejatisu. Alasannya, ia belum mendengar informasi tersebut.
"Belum ada info ke saya tentang hal di atas ya adinda," jawab Sumanggar Siagian saat dikonfirmasi medanbisnisdaily.com via WhatsApp, Jumat (30/5/2019) pagi.
Saat disinggung apabila laporan tersebut benar adanya dan apa langkah atau tindakan dari pimpinan Kejatisu, Sumanggar malah tidak mau berkomentar.
Sebelumnya, kepada media usai seminar yang digelar kelompok mahasiswa Cipayung, PMII, GMKI, GMNI, HMI dan PMKRI bersama Komisi Kejaksaan, di Hotel JW Mariot, Jalan Putri Hijau, Medan, Rabu (28/5/2019), Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak, mengatakan ada 23 jaksa yang diduga 'nakal' di jajaran Kejatisu.
"Dari data kita sepanjang Januari - Maret itu ada 23 jaksa. April dan Mei belum direkap. Pelanggaran yang mereka duga lakukan itu terbagi menjadi dua, yakni kinerja dan sikap perilaku menurut pelaporan dan pengaduan yang kami terima," ujar mantan aktivis kemahasiswaan GMKI era 1998-2000 ini.
Dijelaskannya, saat ini ke-23 jaksa tersebut telah diselidiki lebih lanjut oleh Asisten Pengawas di Kejati Sumut untuk memastikan dugaan pelanggaran yang dilaporkan. Aswas diberi waktu selama 3 bulan untuk akhirnya memberikan keterangan resmi kepada Komisi Kejaksaan RI.
Jika dalam waktu 3 bulan Aswas tidak memberikan keterangan yang jelas soal investigasi ke-23 jaksa, Komisi Kejaksaan berencana memberikan rekomendasi mengenai nasib nama-nama jaksa tersebut.
"Pengawas internal mereka (Aswas) punya waktu selama 3 bulan, kalau kita melihat setelah 3 bulan keterangan mereka tidak jelas, kita akan surati rekomendasi mengenai nasib mereka," ujar Barita.
Barita pun menjelaskan tindak pelanggaran yang dilaporkan karena ulah ke-23 jaksa tersebut masih bersifat dugaan. Ia mengklasifikasikan bahwa, dugaan pelanggaran di antaranya, lambat melakukan eksekusi, tidak jelas menyebutkan kerugian negara (pidsus), tidak jelas menentukan barang bukti, berpihak pada terdakwa, memaksakan perdata menjadi pidana, kemudian sikap perilaku meliputi jarang masuk kantor dan tidak disiplin.