Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) masih belum menyelesaikan proses pemeriksaan atas kejanggalan penyajian laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) di 2018. Namun BEI menemukan kejanggalan baru.
Pemeriksaan BEI sendiri fokus pada transaksi kerjasama Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi yang nilainya mencapai US$ 239 juta. Transaksi itu dianggap aneh lantaran sudah diakui sebagai pendapatan sehingga perusahaan tercatat memperoleh laba di 2018.
Direksi Penilaian Perusahaan BEI IGD Nyoman Yetna Setia menjelaskan, dalam hal pemeriksaan transaksi itu pihaknya selain memeriksa laporan keuangan GIAA 2018 juga memeriksa laporan keuangan kuartal I-2019.
"Triwulan I-2019 sudah menjadi bagian tidak terpisah dari yang audited. Iya (lagi diperiksa) karena menjadi bagian yang tidak terpisah. Jadi yang kita sampaikan, yang audited 2018 sama triwulan I-2019 itu menjadi bagian yang tidak terpisah. Makanya ada dua terminologi yang kami sampaikan," terangnya di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Nyoman menjelaskan, dalam laporan keuangan 2018 transaksi itu diakui sebagai initual recognation atau pengakuan awal. Nah, seharusnya transaksi itu akan tercermin pada laporan keuangan kuartal I-2019.
"Bagaimana mereka mengakui adanya penjualan tersebut, dasarnya apa. Setelah itu triwulan I-2019 kualitas asetnya, bagaimana mereka meyakinkan bahwa piutang yang dicatat di triwulan I itu, itu memang benar-benar dalam kondisi yang colectibility-nya layak untuk dicatat," terangnya.
Kerjasama Garuda dengan Mahata terkait layanan konektivitas dan hiburan itu sudah diteken pada 31 Oktober 2018. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada 26 Desember 2018.
Nah secara akrual piutang itu bisa diakui sebagai pendapatan jika benar ada kepastian pembayaran. Selain itu seharusnya pemasangan layanan itu sudah dilakukan di pesawat milik Garuda Grup. Sehingga seharusnya sudah ada penbayaran yang didapat oleh Garuda.
Pendapatan itu seharusnya sudah tercermin dalam laporan keuangan Garuda Indonesia di kuartal I-2019. Atau dengan kata lain angka piutang terhadap Mahata bisa berkurang.
"Perjanjiannya kan di Oktober, kan laporan keuangan yang di-submit itu Desember. Desember itu akan memperlihatkan sebetulnya revenue sampai pada periode tersebut berapa. Kalau pada saat mereka menyampaikan, kan mereka sudah akui tuh di-intial recognitaion itu penuh, di mana dia tidak mempertimbangkan yang 15 tahun kontraknya. Itu initial reciogntaion," ujar Nyoman.
"Kemudian dia catat juga sebagai piutang. Tidak ada cash kan, di triwulan I-2019 itu masih tercatat piutangnya. Sedangkan di perjanjian bulan Oktober, harusnya bentuknya sudah dalam bentuk cash," tambahnya.
Dalam laporan keuangan GIAA kuartal I-2019, kerjasama dengan Mahata masih tercatat sebagai piutang. Jumlahnya pun tidak berkurang dari posisi laporan keuangan 2018. Sehingga tingkat kolektibilitas kerjasama itu dipertanyakan
"Kami juga melakukan pengujian terhadap tingkat colectibilty dari aset yang dia punya berupa piutang, kan ini dicatat sebagai piutang. Di perjanjian dikatakan bahwa, cash wajib diterima di bulan Oktober. Sampai saat ini dan tentunya di triwulan I-2019 juga yang disampaikan April belum ada. Sehingga kami mempertanyakan," tutupnya.(dtf)