Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Polisi menjelaskan, patroli grup WhatsApp (WA) dilakukan bukan dengan penyadapan melainkan dengan cara mengamati tangkapan layar (screenshot) yang diunggah di media sosial. Namun kekhawatiran adanya penerobosan ranah pribadi masih saja tersisa.
Kekhawatiran ini menggelayuti pikiran pakar komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan. Ranah privat harus tetap dijaga.
"Tak ada alasan yang dapat membenarkan hilangnya kebebasan di ranah privat," kata Firman kepada wartawan, Jumat (21/6/2019).
Menurut dia, mekanisme patroli grup WA ini belum jelas betul. Dia khawatir grup WA keluarga juga kena patroli polisi. Namun dia setuju dengan telaah polisi, bahwa kini telah terjadi pergeseran tren penyebaran hoax, yang semula lewat media sosial menjadi lewat grup WA.
"Memang benar telah terjadi perubahan pola penyebaran hoax, dari medium yang sifatnya terbuka seperti Facebook, Twitter, Instagtam, YouTube, ke medium yang berkatagori instant messaging, terutama WA," kata Firman.
Menurutnya, sifat WA yang lebih tertutup dan personal menyebabkan hoax tersebar lebih efektif. Karakteristik hoax yang memuat pesan pengaduk emosi sangat cocok untuk disebar melalui orang-orang dengan kedekatan emosional pula. Hoax menjadi lebih cepat menyebar. Namun solusi untuk menangkal hoax via WA bukan dengan cara memata-matai langsung grup WA, apalagi grup WA keluarga.
"Bisa dibayangkan dalam dunia nyaya, apa jadinya jika perbincangan level pertemanan atau perbincangan dalam keluarga, harus diketahui pihak lain. Dan karenanya para pesertanya membiarkan adanya pengintip, betapa tidak nyamannya," kata Firman.
Dia punya tawaran solusi. Lebih baik penangkalan hoax dilakukan lewat peningkatan kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup (literasi). Penegakan hukum yang menimbulkan efek jera juga dia dukung.
"Namun bukan dengan mematai matai perbincangan di ruang privat. Sebenarnya masih agak sumir: apa yang sebenarnya hendak dilakukan polisi? Preemptive? Atau penindakan?" kata Firman bertanya-tanya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo sudah menjelaskan, bahwa bukan seluruh grup WA yang akan dipantau Polri, melainkan yang terkait dengan kasus hukum saja. Ponsel tersangka suatu kasus hukum akan menjadi jalan masuk pemantauan grup WA berisi konten melanggar hukum.
Nggak mungkin juga kita cukup tenaga, cukup teknologi untuk memantau seluruh WA yang dimiliki oleh hampir 150 juta manusia Indonesia yang menggunakan alat komunikasi berupa handphone. Itu 150 juta (orang). Tapi pengguna handphone aktif sekarang ini sudah 330 juta manusia di Indonesia. Artinya satu orang itu lebih dari menggunakan satu atau dua handphone. Itu impossible untuk kita lakukan," sambung Dedi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2019).
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menjelaskan, polisi berpatroli dengan memantau tangkapan layar percakapan WA yang diunggah di media sosial.
"Kita menggunakan WhatsApp itu adalah sebuah capture. Bukan kita langsung mengawasi percakapan di grup itu," jelas Asep di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).(dtc)