Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Beberapa tahun belakangan ini, orang Batak sedang marak-maraknya mendirikan organisasi marga atau induk marga dengan level yang tak tanggung-tanggung: sedunia. Misalnya punguan (kumpulan) marga "A" Sedunia. Atau punguan keturunan Raja "B" Sedunia.
Budayawan Batak dari Yayasan Pelestari Kebudayaan Batak (YPKB), Tansiswo Siagian, mengatakan, fenomena mendirikan organisasi kekerabatan marga ini, di satu sisi bernilai positif karena menjaga silahturahim sesama yang bersaudara. Namun di sisi lain, menunjukkan adanya pergeseran makna dari cara orang Batak berkerabat.
"Hubungan semarga sesungguhnya adalah sakral. Namanyanya juga satu keturunan. Bahkan sangkin sakralnya, sering disebut yang semarga itu sedarah. Sedarah artinya satu pemikiran, satu perasaan, satu hati dan yang lainnya menggambarkan bahwa yang semarga tidak akan bisa dipisahkan. 'Tampulon aek do na marhaha anggi,'" kata Tansiswo menjawab medanbisnisdaily.com, Rabu sore (10/7/2019).
Tetapi, lanjut Tansiswo, kekerabatan itu sekarang sudah semakin terkikis. Hampir tinggal slogan. Bahkan di bona pasogit (kampung halaman orang Batak) pun sudah pudar rasa persaudaraan itu karena individualisme. Hubungan semarga kini sudah didominasi oleh kepentingan pribadi. Bukan lagi disatukan dan diikat oleh rasa sedarah itu.
"Bayangkan, semua kumpulan marga sudah lebih diikat oleh AD/ART organisasi, bukan talian darah, kasih dan perasaan lagi. Bahkan orang yang tidak masuk kumpulan marga sering malah dikucilkan, dianggap seperti orang lain," katanya.
Hal sama juga disampaikan Ketua Umum YPKB, Prof Albiner Siagian. Menurutny,a kumpulan marga, apalagi menyebut dirinya sedunia, adalah semacam euforia. Belum begitu ada muncul dampak substansial ketika kumpulan marga itu terbentuk.
"Sebenarnya, itu merupakan potensi sumber daya bila ada aktivitas yang sifatnya charitatif," jelas Albiner.
Sisi buruknya, sambung Albiner, adalah perasaan minder bagi sekelompok orang dan perasaan dominan bagi kelompok lainnya. Hal itu terjadi dan tidak terelakkan, bahwa inisiatif lebih banyak diambil oleh kelompok orang yang secara status sosial ekonomi lebih baik dan karenanya berkontribusi lebih banyak terhadap kumpulan.